Hadits Arba’in Ke-1: tentang Niat Ikhlas
Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob
rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh
shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung
kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena
itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya
kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk
mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu
kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam
ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin
Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy
An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara
kitab-kitab hadits)
Kedudukan Hadits
Materi hadits pertama ini merupakan
pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan
poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.”
Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan
seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.
Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang
mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan
syariát (hadits Aísyah).
Setiap Amal Tergantung Niatnya
Diterima atau tidaknya dan sah atau
tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak
mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan
amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan,
perbuatan maupun keyakinan hati.
Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal
(ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah
dengan amal kebiasaan.
2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
Pengaruh Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
1. Niat sebagai syarat sahnya
ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
2. Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan
istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
a. Jika niatnya salah sejak awal,
maka ibadah tersebut batal.
b. Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal,
maka ada 2 keadaan:
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
c. Senang untuk dipuji setelah amal
selesai, maka tidak membatalkan amal.
Beribadah dengan Tujuan Dunia
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.
Hijrah
Makna hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’ dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Makna hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’ dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Bentuk-bentuk Hijrah:
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.
Sumber:
Hadist web,
www.islamhouse.com
Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh
Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id
Penyusun: Ustadz Abu Isa
Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)