A. Memahami Makna Pengendalian Diri,
Prasangka Baik, dan Persaudaraan.
Mujahadah an-Nafs, Husnuzzan, ukhuwah |
1. Pengendalian Diri (Mujahadah
an-Nafs)
Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah
an-Nafs) adalah menahan diri dari segala perilaku yang dapat
merugikan diri sendiri dan juga orang lain, seperti sifat serakah atau tamak.
Dalam literatur Islam, pengendalian diri
dikenal dengan istilah as-saum, atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana
mengendalikan diri. Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah saw.
yang artinya: “Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari
antaramu mampu menikah, hendaklah dia nikah, kerana yang demikian itu amat
menundukkan pemandangan dan amat memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak
mampu, maka hendaklah dia puasa, kerana (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (H.R. Bukhari)
Jadi, jelaslah bahwa pengendalian diri
diperlukan oleh setiap manusia agar dirinya terjaga dari hal-hal yang dilarang
oleh Allah Swt. Dapatkah kamu memberikan contoh perilaku yang menunjukkan sikap
pengendalian diri?
2. Prasangka Baik (Husnuzzan)
Prasangka baik atau Husnuzzan berasal
dari kata Arab yaitu Husnu yang
artinya baik, dan Zan yang artinya
prasangka. Jadi prasangka baik atau positive thinking dalam terminologi
Islam dikenal dengan istilah Husnuzzan.
Secara istilah Husnuzzan adalah
sikap orang yang selalu berpikir positif terhadap apa yang telah
diperbuat oleh orang lain. Lawan dari sifat ini adalah buruk sangka (su’uzzan),
yaitu menyangka orang lain melakukan hal-hal buruk tanpa adanya bukti
yang benar.
Dalam ilmu akhlak, Husnuzzan dikelompokkan
ke dalam tiga bagian, yaitu Husnuzzan kepada Allah Swt. Husnuzzan
kepada diri sendiri, dan Husnuzzan
kepada orang lain.
Prasangka baik adalah sifat sangat
penting dimiliki oleh setiap orang yang beriman. Sebaliknya, prasangka buruk
adalah sifat yang harus dijauhi dan dihindari. Mengapa demikian?
3. Persaudaraan (ukhuwwah)
Persaudaraan (ukhuwwah) dalam
Islam dimaksudkan bukan sebatas hubungan kekerabatan karena faktor keturunan,
tetapi yang dimaksud dengan persaudaraan dalam Islam adalah persaudaraan yang
diikat oleh tali aqidah (sesama muslim) dan persaudaraan karena fungsi
kemanusiaan (sesama manusia makhluk Allah Swt.).
Kedua persaudaraan tersebut sangat jelas
dicontohkan oleh Rasulullah saw., yaitu mempersaudarakan antara kaum Muhajirin
dan kaum Anshar, serta menjalin hubungan persaudaraan dengan suku-suku lain
yang tidak seiman dan melakukan kerja sama dengan mereka
B. Ayat-Ayat al-Qur’ān tentang Pengendalian
Diri, Prasangka Baik, dan Persaudaraan
1. Q.S. al-Anfal(8):72
a. Lafal Ayat dan Artinya
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا
وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ
حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ
إِلا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah
dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada
orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi.
Dan (terhadap) orang-orang yang beriman,
tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi
mereka, sebelum mereka berhijrah.
(Akan tetapi) jika mereka meminta
pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan
pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan
mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Hukum tajwid Qs. Al-Anfal ayat 72 |
c. Kandungan Ayat
Berbagai bentuk serangan, intimidasi, dan
kekejaman yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Mekah telah
menyebabkan Nabi Muhammad saw. Dan kaum muslimin berhijrah meninggalkan
rumah dan kampung halaman mereka di Mekah menuju Madinah.
Di dalam sejarah Islam, mereka yang berhijrah
disebut sebagai kaum Muhajirin. Adapun warga Madinah yang telah
beriman kepada Nabi Muhammad saw. dan menerima kedatangan kaum Muhajirin disebut
kaum Anshar.
Peristiwa bersejarah itu bukanlah sekadar
perpindahan yang bersifat geografis, yaitu perpindahan manusia dari suatu
tempat ke tempat lain yang baru.
Jika hal itu merupakan perpindahan atau
pergerakan sekelompok masyarakat yang bersifat geografis dan bernilai
biasa-biasa saja, tentunya tidak perlu
sejauh itu mereka menempuh perjalanan sangat berat ke Madinah.
Juga peristiwa itu bukanlah perpindahan
manusia yang didasarkan pada motif ekonomi atau kepentingan politik tertentu.
Jika ada motif ekonomi, mengapa kaum Muhajirin malah meninggalkan
berbagai harta kekayaan mereka di Mekah dan tidak memboyongnya ke Madinah?
Mengapa mereka malah mengorbankan harta
dan jiwa sebagaimana dilukiskan pada ayat di atas? Jika ada motif politik, pertanyaannya
adalah apakah Rasulullah saw. diutus oleh Allah Swt. Memang semata-mata demi
memperoleh kue kekuasaan di Mekah atau Madinah.
Hijrah merupakan peristiwa dahsyat dalam sejarah agama
dan kemanusiaan. Dari sudut keagamaan, hijrah merupakan peristiwa
keagamaan karena berkaitan erat dengan perjuangan Nabi Muhammad saw. dan
sahabat-sahabat beliau dalam memperjuangkan tegaknya Islam di Mekah.
Adapun dari sudut kemanusiaan, peristiwa hijrah
merupakan implementasi dari ajaran agama Islam mengenai pentingnya
menghormati, menjaga, dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
Firman Allah Swt. pada ayat di atas yang
melukiskan bahwa kaum Muhajirin dan Anśar saling lindung-melindungi satu
sama lainnya, sungguh mengagumkan.
Itulah wujud dari persaudaraan. persaudaraan
(ukhuwwah) akan menjadi salah satu sendi bagi munculnya peradaban
baru dalam sebuah masyarakat baru yang disebut masyarakat Madani.
2. Q.S. al-Hujurat(49):12
a. Lafal Ayat dan Artinya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا
تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ
لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya : “Wahai orang-orang yang
beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu
dosa dan janganlah kamu mencaricari, kesalahan orang lain dan janganlah ada di
antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.
Apakah ada di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”
Hukum Tajwid surat Al-Huurat(49): ayat 12 |
3. Q.S. al-Hujurat(49):10
a. Lafal Ayat dan Artinya
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu
bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”
Hukum Tawid Qs. Al-Hujurat (49): 10 |
c. Kandungan Ayat
Pada ayat di atas Allah Swt. menegaskan
dua hal pokok. Pertama, bahwa sesungguhnya orang-orang mukmin itu
bersaudara. Kedua, jika terdapat perselisihan antarsaudara, kita
diperintahkan oleh Allah Swt. untuk melakukan islah (upaya perbaikan
atau perdamaian).
Apa indikasi dari suatu persaudaraan?
Rasulullah saw. bersabda, “Demi Allah yang menguasai diriku! Seseorang di
antara kalian tidak dianggap beriman kecuali jika dia menyayangi saudaranya
sesama mukmin sama seperti dia menyayangi dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)
Selain itu Rasulullah saw. juga
menegaskan, “Seorang muslim adalah orang yang lidah dan tangannya tidak
menyakiti muslim lain, dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan
semua larangan Allah.” (H.R. Bukhari)
C. Hadis tentang Pengendalian Diri,
Prasangka Baik, dan Persaudaraan
1. Hadis tentang Pengendalian Diri
Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. bahwa
Rasulullah saw. bersabda:
Hadist Tentang Pengndalian diri (Mujahadah an Nafs) |
“Orang yang perkasa bukanlah orang yang
menang dalam perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang yang
mengendalikan dirinya ketika marah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Hadis tentang Prasangka Baik
Rasulullah saw. bersabda:
Hadist tentang Prasangka baik (khusnuzzan) |
“Jauhkanlah dirimu dari prasangka buruk,
karena sesungguhnya prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.” (H.R.
Bukhari)
3. Hadis tentang Persaudaraan
Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra.
Bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
Hadist tntang persaudaraan (ukhuwah) |
Artinya : “Perumpamaan orang-orang mukmin
dalam saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi, seperti satu
tubuh. Apabila satu organ tubuh merasa sakit, akan menjalar kepada semua organ
tubuh, yaitu tidak dapat tidur dan merasa demam.” (H.R. Muslim)
Perilaku Mulia
Perilaku Mulia yang mencerminkan sikap pengendalian diri, Husnuzzan, dan
persaudaraan, baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat sekitar, hingga
masyarakat dunia!
Pengendalian Diri (Mujāhadah an-Nafs)
1. Bersabar dengan tidak membalas terhadap
ejekan atau cemoohan teman yang tidak suka terhadap kamu.
2. Memaafkan kesalahan teman dan orang
lain yang berbuat “aniaya” kepada kita.
3. Ikhlas terhadap segala bentuk cobaan
dan musibah yang menimpa, dengan terus berupaya memperbaiki diri dan
lingkungan.
4. Menjauhi sifat dengki atau iri hati
kepada orang lain dengan tidak membalas kedengkian mereka kepada kita.
5. Mensyukuri segala nikmat yang telah
diberikan Allah Swt. kepada kita, dan tidak merusak nikmat tersebut; seperti
menjaga lingkungan agar selalu bersih, menjaga tubuh dengan merawatnya, berolahraga,
mengonsumsi makanan dan minuman yang halal, dan sebagainya.
Prasangka Baik (Husnuzzan)
1. Memberikan apresiasi atas prestasi
yang dicapai oleh teman atau orang lain dalam bentuk ucapan atau pemberian
hadiah.
2. Menerima dan menghargai pendapat teman/orang
lain meskipun pendapat tersebut berlawanan dengan keinginan kita.
3. Memberi sumbangan sesuai kemampuan
kepada peminta-minta yang datang ke rumah kita.
4. Turut serta dalam kegiatan-kegiatan
sosial baik ketika di lingkungan rumah, sekolah, ataupun masyarakat.
5. Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan
kepada kita dengan penuh tanggung jawab.
Persaudaraan (Ukhuwwah)
1. Menjenguk/mendoakan/membantu teman/orang
lain yang sedang sakit atau terkena musibah.
2. Mendamaikan teman atau saudara yang berselisih
agar mereka sadar dan kembali bersatu.
3. Bergaul dengan orang lain dengan tidak
memandang suku, bahasa, budaya, dan agama yang dianutnya.
4. Menghindari segala bentuk permusuhan,
tawuran, ataupun kegiatan yang dapat merugikan orang lain.
5. Menghargai perbedaan sukur, bangsa,
agama, dan budaya teman/orang lain.
Rangkuman
1. Pengendalian diri (mujāhadah
an-nafs) adalah perilaku upaya untuk tetap berada dalam setiap kebaikan dan
terhindar dari sifat-sifat yang dapat membinasakan dirinya, orang lain, maupun
lingkungan.
2. Berbaik sangka (Husnuzzan)
adalah sifat di mana orang lain dipandang sebagai sesuatu yang baik dan harus
diperlakukan dengan baik, kecuali jika diketahui dengan fakta bahwa orang
tersebut harus diwaspadai dan diperingati.
3. Dalam Q.S. al-Anfāl/8:72 dijelaskan
bahwa perintah berhijrah setelah hijrahnya Rasulullah saw. dan kaum muslimin ke
Kota Madinah dan Kota Mekah adalah berhijrah dari keburukan menuju kepada
kebaikan, berjihad dari kemelaratan menuju kepada kesejahteraan, berhijrah dari
kebodohan menuju gilang gemilang, dan sebagainya.
4. Dalam Q.S. al-Hujurāt/49:10 kita
diperintahkan oleh Allah Swt. agar senantiasa menjaga dan menciptakan
perdamaian, memberikan nasihat kebaikan, dan mendamaikan perselisihan saudara
dengan saudara yang lain.
5. Dalam Q.S. al-Hujurat/49:12 dijelaskan
perintah agar berprasangka baik (Husnuzzan) kepada setiap orang,
kita pun diperintahkan menghindari dan menjauhkan diri dari berburuk sangka
kepada sesama saudara kita, karena berburuk sangka akan merusak keimanan dan
merusak persaudaraan.
Demikan Memahami Makna Pengendalian Diri
(Mujjahadah an-Nafs, Prasangka Baik (husnuzzan), dan Persaudaraan (ukhuwah). Semoga
bermanfaat.
Sumber :
Buku Diknas Pendidikan Agama islam dan
budi pekerti K-13 SMA/MA/SMK Kelas X