Iklan

Wednesday, 28 June 2017

Keutamaan Mengajar Al-Qur’an dan Hadist



Keutamaan Mengajar  Ilmu dalam  Al-Qur’an dan Hadist

Keutamaan mengajar Al-Qur'an Hadist
Tidak semua orang bisa mengajar  dan tidak semua orang yang bisa mengajar mau mengajarkan ilmunya  dan tidak  semua orang  yang mengajarkan ilmunya melaksanakannya dengan ikhlas itu sebabnya guru diistilahkan dengan pahlawan tanpa tanda jasa karena mengharap keridhaan Allah swt

Tidak semua orang menjadi guru tapi semua orang punya guru, apapun profesinya pasti punya guru, namun ketika berhasil banyak yang  melupakan gurunya  untuk itulah guru jangan mengabdi dan mengharap balasan dari manusia tapi mengabdi dan menggantungkan harapkan hanya kepada yang maha kuasa agar tidak menyesal atau kecewa.

Ayat Al-Qur’an dan hadist tentang menyebarkan  ilmu

Allah SWT berfirman :

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Artinya : “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”(Qs. Al-Baqoroh(2):151)

Ibnu Abbas berkata, "Jadilah kamu semua itu golongan Rabbani, yaitu (golongan yang) penuh kesabaran serta pandai dalam ilmu fiqih (yakni ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum hukum agama), dan mengerti."

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud "Rabbani"' ialah orang yang mendidik manusia dengan mengajarkan ilmu pengetahuan yang kecil-kecil sebelum memberikan ilmu pengetahuan yang besar-besar (yang sukar). (H.r. Bukhori)

Dari Urwah, dia berkata, "Kami diberi keterangan,  Abdullah bin Amr bin Ash, (maka saya mendengar dia) berkata, 'Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu (agama) dengan serta-merta dari hamba-hamba Nya. Tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan (mematikan) ulama, sehingga Allah tidak menyisakan orang pandai.

Maka, manusia mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Lalu, mereka ditanya, dan mereka memberi fatwa tanpa ilmu. (Dan dalam satu riwayat: maka mereka memberi fatwa dengan pikirannya sendiri). Maka, mereka sesat dan menyesatkan." (H.r. Bukhori)

Ali r.a. berkata, "Hendaklah kamu menasihati orang lain sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Adakah kamu semua senang sekiranya Allah dan Rasul-Nya itu didustakan sebab kurangnya pengertian yang ada pada mereka itu?"
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Di antara tanda-tanda hari kiamat ialah diangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, banyak yang meminum arak, dan timbulnya perzinaan yang dilakukan secara terang-terangan. (HR.Muslim)

Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya, dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.    (HR. Ar-Rabii')

Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka ... neraka. (HR. Tirmidzi   dan Ibnu Majah)

Wahai Aba Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih baik bagimu daripada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik daripada shalat seribu raka'at. (HR. Ibnu Majah)

Kisah inspiratif sorang Da'i di Pedalaman



Kisah seorang da’i pedalaman menderita penyakit yang mengharuskan da’i tersebut dibawa kerumah sakit ke Jakarta. Pak Syuhada Bahri sebagai ketua umum dewan dakwah dan juga pengutus da’i di pedalaman tersebut, berkata kepada da’i dengan penuh prihatin atas apa yang dialaminya, “untuk sementara ini antum dirawat dirumah sakit, setelah sembuh silahkan kembali ke pedalaman agar dakwah lebih maksimal lagi”. 

Namun menerima tawaran itu, si da’i berkata, “kalau saya tidak berdakwah, bagaimana dengan masyarakat disana, siapa yang mengajarkan mereka selain saya?…da’i tersebut bersikeras untuk tetap kembali kedaerah pedalaman meski kondisi badan yang belum sehat. 

Dengan berat hati pak Syuhada melepas kepergian da’i itu  kembali ke daerah dakwahnya meski dalam keadaan sakit. Dengan Izin Allah, da’i ini ditakdirkan meninggal dunia ketika berada ditengah-tengah masyarakat binaannya. 

Da’i ini ingin disaksikan oleh Allah bahwa ia meninggal  dijalan-Nya dalam menegakkan kalimatullah. Ia tidak ingin mati dirumah sakit menunggu kesembuhan yang belum pasti. Ia ingin dicatat sebagai orang yang mati sebagai syuhada yang menyebarkan dakwah di bumi-Nya.

          Da’i bukan hanya berdakwah kepada masyarakat saja. bisa jadi dalam suatu kondisi seorang da’i juga dituntut mampu bekerja keras untuk mencari penghidupan tanpa bergantung sama sekali kepada siapa yang mengutus mereka disana. Hal inilah yang dialami salah seorang da’i dipedalaman. 

Kondisi masyarakat yang miskin pendidikan dan ekonomi,  tak mungkin ia mendapat uluran tangan dari mereka. masyarakat miskin dan da’i pun miskin. Hingga membuat dirinya tergerak untuk mencari mata pencaharian. Padahal ia disana baru seminggu dengan melewati beberapa sungai yang dipenuhi buaya dan menyebrangi lautan.

 Tidak mungkin ia mengundurkan niatnya untuk berdakwah. Dengan perahu mesinnya selain untuk berdakwah si da’i itu mencari ikan disungai-sungai dan hasilnya dijual kepasar. Dengan begitu kebutuhan sehari-hari terpenuhi. Keadaan masyarakat yang serba kurang, menjadikan ia setiap berdakwah mendatangi satu persatu mad’unya. 

Sungguh lain dari pada yang lain. biasanya da’i yang hanya menunggu mad’unya, Ini sebaliknya. Justru da’i sendiri yang mendatangi mereka satu persatu. Masyarakat yang begitu miskin terkadang malah meminta sembako, seperti beras, garam, dan bahan lainnya kepada da’i. 

biasanya si da’i yang mendapat uluran tangan dari mereka, tapi justru da’i yang menjadi tempat uluran tangan mad’unya. Subhanallah.