A. Memahami Makna Asma’ul Husna: al-Karim,
al-Mu’min, al-Wakil, al-Matin, al-Jami’, al-‘Adl, dan al-Akhir.
1. Pengertian al-Asmā’u al-Husnā
Makna Asmaul husna al-karim dll |
Al-Asmā’u al-husnā terdiri atas dua kata, yaitu asmā yang
berarti nama-nama, dan Husna yang berarti baik atau indah.
Jadi, al-Asmaulhusna dapat diartikan
sebagai nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt.
sebagai bukti keagungan-Nya.
Kata al-Asmā’u al-husnā diambil dari
ayat al-Qur’ān Q.S. Tāhā(20):8.
اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا
هُوَ لَهُ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى
artinya, “Dialah
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al
asmaulhusna (nama-nama yang baik).”
2. Dalil tentang al-Asmaulhusna
a. Firman Allah Swt. dalam Q.S.
al-A’rāf(7) ayat 180
وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ
الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ
سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya : “Hanya milik Allah
asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan.”
Dalam ayat lain dijelaskan bahwa al-Asmā’ulhusnā
merupakan amalan yang bermanfaat dan mempunyai nilai yang tak terhingga
tingginya. Berdoa dengan menyebut al-Asmā’ulhusnā sangat dianjurkan
menurut ayat tersebut.
b. Hadis Rasulullah saw. yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari
Hadist tentang Asmaul Husna |
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra.
sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. mempunyai
sembilan puluh Sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang
menghafalkannya, maka ia akan masuk surga”. (H.R. Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas, menghafalkan al-Asmā’ulhusnā
akan mengantarkan orang yang melakukannya masuk ke dalam surga Allah Swt.
Apakah hanya dengan menghafalkannya saja
seseorang akan dengan mudah masuk ke dalam surga? Jawabnya, tentu saja tidak,
bahwa menghafalkan al-Asmā’ulhusnā harus juga diiringi dengan
menjaganya,
baik menjaga hafalannya dengan
terus-menerus menżikirkannya, maupun menjaganya dengan menghindari
perilaku-perilaku yang bertentangan dengan sifat-sifat Allah Swt. dalam al-Asmā’ulhusnā
tersebut.
Memahami makna al-Asmā’u al-Husnā:
al-Karim, al-Mu’min, al-Wakil, al-Matin, al-Jāmi’, al-‘Adl, dan al-Ākhir.
Mari pelajari dan pahami satu-persatu asmā’ul husna tersebut!
1. Al-Karim
Secara bahasa, al-Karim mempunyai
arti Yang Mahamulia, Yang Maha Dermawan atau Yang Maha Pemurah.
Secara istilah, al-Karim diartikan
bahwa Allah Swt. Yang Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau
rezeki kepada semua makhluk-Nya.
Dapat pula dimaknai sebagai Zat yang
sangat banyak memiliki kebaikan, Maha Pemurah, Pemberi Nikmat dan keutamaan,
baik ketika diminta maupun tidak. Hal tersebut
sesuai dengan firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الإنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
Artinya: “Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah.” (Qs. Al-Infithaar (82) : 6).
Al-Karim dimaknai Maha Pemberi karena Allah Swt.
senantiasa memberi, tidak pernah terhenti pemberian-Nya. Manusia tidak boleh
berputus asa dari kedermawanan Allah Swt. jika miskin dalam harta, karena
kedermawanan-Nya tidak hanya dari harta yang dititipkan melainkan meliputi segala
hal.
Manusia yang berharta dan dermawan
hendaklah tidak sombong jika telah memiliki sifat dermawan karena Allah Swt.
tidak menyukai kesombongan.
Dengan demikian, bagi orang yang
diberikan harta melimpah maupun tidak dianugerahi harta oleh Allah Swt.,
keduanya harus bersyukur kepada-Nya karena orang yang miskin pun telah
diberikan nikmat selain harta.
Al-Karim juga dimaknai Yang Maha Pemberi Maaf
karena Allah Swt. memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan
kewajiban kepada Allah Swt., kemudian hamba itu mau bertaubat kepada Allah Swt.
Bagi hamba yang berdosa, Allah Swt.
adalah Yang Maha Pengampun. Dia akan mengampuni seberapa pun besar dosa
hamba-Nya selama ia tidak meragukan kasih sayang dan kemurahan-Nya.
Menurut imam al-Gazali, al-Karim adalah
Dia yang apabila berjanji, menepati janjinya, bila memberi, melampaui batas
harapan, tidak peduli berapa dan kepada siapa Dia memberi dan tidak rela bila
ada kebutuhan dia memohon kepada selain-Nya, meminta pada orang lain.
Dia yang bila kecil hati menegur tanpa
berlebih, tidak mengabaikan siapa yang menuju dan berlindung kepada-Nya, dan
tidak membutuhkan sarana atau perantara.
2. Al-Mu’min
Al-Mu’min secara bahasa berasal dari kata amina yang
berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman.
Allah Swt al-Mu’min artinya Dia
Maha Pemberi rasa aman kepada semua makhluk-Nya, terutama kepada manusia.
Dengan begitu, hati manusia menjadi tenang.
Kehidupan ini penuh dengan berbagai permasalahan,
tantangan, dan cobaan. Jika bukan karena Allah Swt. Yang memberikan rasa aman
dalam hati, niscaya kita akan senantiasa gelisah, takut, dan cemas.
Perhatikan firman Allah Swt. berikut!
الَّذِينَ
آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ
مُهْتَدُونَ
Artinya : “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kelaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Qs. Al-An’am(6) : 82)
Ketika kita akan menyeru dan berdoa
kepada Allah Swt. dengan nama-Nya al-Mu’min, berarti kita memohon
diberikan keamanan, dihindarkan dari fitnah, bencana dan siksa.
Karena Dialah Yang Maha Memberikan
keamanan, Dia yang Maha Pengaman. Dalam nama al-Mu’min terdapat kekuatan
yang dahsyat dan luar biasa. Ada pertolongan dan perlindungan, ada jaminan(insurense),
dan ada bala bantuan.
Berżikir dengan nama Allah Swt. al-Mu’min
di samping menumbuhkan dan memperkuat keyakinan dan keimanan kita, bahwa keamanan
dan rasa aman yang dirasakan manusia sebagai makhluk adalah suatu rahmat dan
karunia yang diberikan dari sisi Allah Swt.
Sebagai al-Mu’min, yaitu Tuhan Yang
Maha Pemberi Rasa Aman juga terkandung pengertian bahwa sebagai hamba yang
beriman, seorang mukmin dituntut mampu menjadi bagian dari pertumbuhan dan
perkembangan rasa aman terhadap lingkungannya.
Mengamalkan dan meneladani al-Asmā’u
al-¦usnā al-Mu’m³n, artinya bahwa seorang yang beriman harus menjadikan
orang yang ada di sekelilingnya aman dari gangguan lidah dan tangannya.
Berkaitan dengan itu, Rasulullah saw.
bersabda: “Demi Allah tidak beriman. Demi Allah tidak beriman. Demi Allah tidak
beriman. Para sahabat bertanya, ‘Siapa ya Rasulullah saw.?’ Rasulullah saw.
menjawab, ‘Orang yang tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya.’” (H.R.
Bukhari dan Muslim).
3. Al-Wakil
Kata “al-Wakil” mengandung arti
Maha Mewakili atau Pemelihara. Al-Wakil (Yang Maha Mewakili atau
Pemelihara), yaitu Allah Swt. yang memelihara dan mengurusi segala
kebutuhan makhluk-Nya, baik itu dalam urusan dunia maupun urusan
akhirat.
Dia
menyelesaikan segala sesuatu yang diserahkan hambanya tanpa membiarkan
apa pun terbengkalai. Firman-Nya dalam al-Qur’ān:
اللَّهُ
خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
Artinya : “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu”.(Qs.Az-Zumar(39):62)
Dengan demikian, orang yang mempercayakan segala urusannya kepada Allah Swt., akan memiliki kepastian bahwa semua akan diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Hal itu hanya dapat dilakukan oleh hamba
yang mengetahui bahwa Allah Swt. yang Mahakuasa, Maha Pengasih adalah
satu-satunya yang dapat dipercaya oleh para hamba-Nya.
Seseorang yang melakukan urusannya dengan
sebaik-baiknya dan kemudian akan menyerahkan segala urusan kepada Allah Swt.
untuk menentukan karunia-Nya.
Menyerahkan segala urusan hanya kepada
Allah Swt. Melahirkan sikap tawakkal. Tawakkal bukan berarti
mengabaikan sebab-sebab dari suatu kejadian. Berdiam diri dan tidak peduli
terhadap sebab itu dan akibatnya adalah sikap malas.
Ketawakkalan dapat diibaratkan
dengan menyadari sebab-akibat. Orang harus berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Rasulullah saw “Ikatlah untamu dan bertawakkallah kepada Allah Swt.”
Manusia
harus menyadari bahwa semua usahanya adalah sebuah doa yang aktif dan harapan
akan adanya pertolongan-Nya. Allah Swt. Berfirman :
ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لا إِلَهَ إِلا هُوَ خَالِقُ كُلِّ
شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
artinya, “(Yang memiliki sifat-sifat
yang) demikian itu ialah Allah Swt. Tuhan
kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia dan Dia
adalah Pemelihara segala sesuatu.“ (Q.S. al-An’ām(6):102)
Hamba al-Wakil adalah yang
bertawakkal kepada Allah Swt. Ketika hamba tersebut telah melihat “tangan/kekuasaan”
Allah Swt. dalam sebab-sebab dan alasan segala sesuatu, dia menyerahkan seluruh
hidupnya di dalam genggaman al-Wakil.
4. Al-Matin
Al-Matin artinya Mahakukuh. Allah Swt. adalah
Mahasempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip
sifat-sifat-Nya. Allah Swt. juga Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya.
Oleh karena itu, sifat al-Matin adalah
kehebatan perbuatan yang sangat kokoh dari kekuatan yang tidak ada taranya.
Dengan begitu, kekukuhan Allah Swt. yang memiliki rahmat dan azab terbukti
ketika Allah Swt. memberikan rahmat kepada hamba-hambaNya.
Tidak ada apa pun yang dapat menghalangi
rahmat ini untuk tiba kepada sasarannya. Demikian juga tidak ada kekuatan yang
dapat mencegah pembalasan-Nya.
Seseorang yang menemukan kekuatan dan
kekukuhan Allah Swt. akan membuatnya menjadi manusia yang tawakkal,
memiliki kepercayaan dalam jiwanya dan tidak merasa rendah di hadapan manusia
lain. Ia akan selalu merasa rendah di hadapan Allah Swt.
Hanya Allah Swt. yang Maha Menilai. Oleh karena
itu, Allah Swt. melarang
manusia bersikap atau merasa lebih dari
saudaranya. Karena hanya Allah
Swt. yang Maha Mengetahui baik buruknya
seorang hamba.
Allah Swt. juga menganjurkan manusia
bersabar. Karena Allah Swt. Mahatahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya. Kekuatan
dan kekukuhan-Nya tidak terhingga dan tidak terbayangkan oleh manusia yang
lemah dan tidak memiliki daya upaya.
Jadi, karena kekukuhan-Nya, Allah Swt.
tidak terkalahkan dan tidak tergoyahkan. Siapakah yang paling kuat dan kukuh
selain Allah Swt?
Tidak ada
satu makhluk pun yang dapat menundukkan Allah Swt. meskipun seluruh makhluk di
bumi ini bekerja sama. Allah Swt. berfirman:
إِنَّ اللَّهَ هُوَ
الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Artinya : “Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh”. (Qs. Adz-Dzaariat(51) : 58)
Dengan demikian, akhlak kita terhadap
sifat al-Matin adalah dengan beristiqamah (meneguhkan pendirian),
beribadah dengan kesungguhan hati, tidak tergoyahkan oleh bisikan menyesatkan,
terus berusaha dan tidak putus asa serta bekerja sama dengan orang lain
sehingga menjadi lebih kuat.
5. Al-Jāmi’
Al-Jāmi’ secara bahasa artinya Yang Maha
Mengumpulkan / Menghimpun, yaitu bahwa Allah Swt. Maha Mengumpulkan / Menghimpun
segala sesuatu yang tersebar atau terserak. Allah Swt. Maha Mengumpulkan apa
yang dikehendaki-Nya dan di mana pun Allah Swt. Berkehendak.
Penghimpunan
ini ada berbagai macam bentuknya, di antaranya adalah mengumpulkan seluruh
makhluk yang beraneka ragam, termasuk manusia dan lain-lainnya, di permukaan
bumi ini dan kemudian mengumpulkan mereka di padang mahsyar pada hari
kiamat. Allah Swt. berfirman:
رَبَّنَا إِنَّكَ جَامِعُ
النَّاسِ لِيَوْمٍ لا رَيْبَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia
untuk (menerima pembalasan pada) hari
yang tak ada keraguan padanya”.
Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyalahi
janji.”(Q.S. Ali Imrān(3):9).
Allah Swt. akan menghimpun manusia di
akhirat kelak sama dengan orang-orang yang satu golongan di dunia. Hal ini bisa
dijadikan sebagai barometer, kepada siapa kita berkumpul di dunia itulah
yang akan menjadi teman kita diakhirat.
Walaupun kita berjauhan secara fisik, akan
tetapi hati kita terhimpun, di akhirat kelak kita juga akan terhimpun dengan
mereka. Begitupun sebaliknya walaupun kita berdekatan secara fisik akan tetapi
hati kita jauh, maka kita juga tidak akan berkumpul dengan mereka.
Oleh sebab itu, apabila di dunia hati
kita terhimpun dengan orang-orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya, di
akhirat kelak kita akan berkumpul dengan mereka didalam neraka.
Karena orang-orang yang selalu
memperturutkan hawa nafsunya, tempatnya adalah di neraka.
Begitupun sebaliknya, apabila kecenderungan
hati kita terhimpun dengan orang-orang yang beriman, bertakwa dan orang-orang
saleh, di akhirat kelak kita juga akan terhimpun dengan mereka.
Karena tidaklah mungkin orang-orang
beriman hatinya terhimpun dengan orang-orang kafir dan orang-orang kafir juga
tidak mungkin terhimpun dengan orang-orang beriman.
Allah Swt. juga mengumpulkan di dalam
diri seorang hamba ada yang lahir di anggota tubuh dan hakikat batin di dalam
hati. Barang siapa yang sempurna ma’rifatnya dan baik tingkah lakunya,
maka ia disebut juga sebagai al-Jāmi’. Dikatakan bahwa al-Jāmi’ ialah
orang yang tidak padam cahaya ma’rifatnya.
6. Al-‘Adl
Al-‘Adl artinya Mahaadil. Keadilan Allah Swt.
bersifat mutlak, tidak dipengaruhi oleh apa pun dan oleh siapa pun. Keadilan
Allah Swt. juga didasari dengan ilmu Allah Swt. yang MahaLuas. Sehingga tidak
mungkin keputusan-Nya itu salah. Allah Swt. berfirman:
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ
رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya : “Telah sempurnalah kalimat
Tuhanmu (al-Qur’ān), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat
mengubah kalimat-kalimatNya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. al-An’ām(6):115).
Al-‘Adl berasal dari kata ‘adala yang
berarti lurus dan sama. Orang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dan
sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan
inilah yang menunjukkan orang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang
yang berselisih.
Adil juga dimaknai sebagai penempatan
sesuatu pada tempat yang semestinya.
Allah Swt. dinamai al-‘Adl karena
keadilan Allah Swt. adalah sempurna Dengan demikian semua yang diciptakan dan
ditentukan oleh Allah Swt. Sudah menunjukkan keadilan yang sempurna.
Hanya saja, banyak di antara kita yang tidak
menyadari atau tidak mampu menangkap keadilan Allah Swt. Terhadap apa yang
menimpa makhluk-Nya.
Karena itu, sebelum menilai sesuatu itu
adil atau tidak, kita harus dapat memperhatikan dan mengetahui segala sesuatu yang
berkaitan dengan kasus yang akan dinilai.
Akal manusia tidak dapat menembus semua
dimensi tersebut. Seringkali ketika manusia memandang sesuatu secara sepintas
dinilainya buruk, jahat, atau tidak adil, tetapi jika dipandangnya secara luas
dan menyeluruh, justru sebaliknya, merupakan suatu keindahan, kebaikan, atau
keadilan.
Tahi lalat secara sepintas terlihat buruk,
namun jika berada di tengah-tengah wajah seseorang dapat terlihat indah. Begitu
juga memotong kaki seseorang (amputasi) terlihat kejam,
namun ketika dikaitkan dengan penyakit
yang mengharuskannya untuk dipotong, hal tersebut merupakan suatu kebaikan. Di
situlah makna keadilan yang tidak gampang menilainya.
Allah Swt. Maha adil. Dia menempatkan
semua manusia pada posisi yang sama dan sederajat. Tidak ada yang ditinggikan
hanya karena keturunan, Kekayaan, atau karena jabatan.
Dekat jauhnya posisi seseorang dengan Allah
Swt. hanya diukur dari seberapa besar mereka berusaha meningkatkan takwanya.
Makin tinggi takwa seseorang, makin tinggi pula posisinya, makin mulia dan
dimuliakan oleh Allah Swt., begitupun sebaliknya.
Sebagian dari keadilan-Nya, Dia hanya
menghukum dan memberi sanksi kepada mereka yang terlibat langsung dalam perbuatan
maksiat atau dosa. Istilah dosa turunan, hukum karma, dan lain semisalnya tidak
dikenal dalam syari’at Islam.
Semua manusia di hadapan Allah Swt. Akan mempertanggungjawabkan
dirinya sendiri. Lebih dari itu, keadilan Allah Swt. selalu disertai dengan
sifat kasih sayang.
Dia memberi pahala sejak seseorang
berniat berbuat baik dan melipatgandakan pahalanya jika kemudian direalisasikan
dalam amal perbuatan.
Sebaliknya, Dia tidak langsung memberi
catatan dosa selagi masih berupa niat berbuat jahat. Sebuah dosa baru dicatat
apabila seseorang telah benar-benar berlaku jahat.
7. Al-Ākhir
Al-Ākhir artinya Yang Maha akhir yang tidak ada
sesuatu pun setelah Allah Swt. Dia Maha kekal tatkala semua makhluk hancur,
Maha kekal dengan kekekalan-Nya.
Adapun kekekalan makhluk-Nya adalah
kekekalan yang terbatas, seperti halnya kekekalan surga, neraka, dan apa yang
ada didalamnya.
Surga
adalah makhluk yang Allah Swt. ciptakan dengan ketentuan, kehendak, dan
perintah-Nya. Nama ini disebutkan di dalam firman-Nya:
هُوَ الأوَّلُ وَالآخِرُ
وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Dialah Yang Awal dan Akhir Yang
¨akhir dan Yang Batin, dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu “. (Q.S.
al-Hadid(57):3).
Allah Swt. berkehendak untuk menetapkan
makhluk yang kekal dan yang tidak, namun kekekalan makhluk itu tidak secara zat
dan tabi’at. Karena secara tabi’at dan zat, seluruh makhluk
ciptaan Allah Swt. adalah fana (tidak kekal).
Sifat kekal tidak dimiliki oleh makhluk,
kekekalan yang ada hanya sebatas kekal untuk beberapa masa sesuai dengan
ketentuan-Nya.
Orang yang mengesakan al-Ākhir akan
menjadikan Allah Swt. sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup
selain-Nya, tidak ada permintaan kepada selain-Nya, dan segala kesudahan tertuju
hanya kepada-Nya.
Oleh sebab itu, jadikanlah akhir
kesudahan kita hanya kepada-Nya. Karena
sungguh akhir kesudahan hanya kepada Rabb
kita, seluruh sebab dan tujuan jalan akan berujung keharibaan-Nya
semata.
Orang yang mengesakan al-Ākhir akan
selalu merasa membutuhkan Rabb-nya, ia akan selalu mendasarkan apa yang diperbuatnya
kepada apa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Untuk hamba-Nya,
karena ia mengetahui bahwa Allah Swt.
adalah pemilik segala kehendak, hati, dan niat. sebagai satu-satunya tujuan
hidup yang tiada tujuan hidup selain-Nya, tidak ada permintaan kepada
selain-Nya, dan segala kesudahan tertuju hanya kepada-Nya.Oleh sebab itu,
jadikanlah akhir kesudahan
B. Menerapkan Prilaku Mulia Asma’ulHusna:
al-Karim, al-Mu’min, al-Wakil, al-Matin, al-Jami’, al-‘Adl, dan al-Akhir.
Setelah mempelajari keimanan
kepada Allah Swt. melalui sifat-sifatnya dalam al-Asmaulhusna sebagai
orang yang beriman, kita wajib merealisaikannya agar memperoleh kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
Perilaku yang mencerminkan sikap
memahami Asmaulhusna tergambar dalam aktivitas sebagai berikut.
1. Menjadi orang yang
dermawan
Sifat dermawan adalah sifat Allah Swt. al-Karim (Maha Pemurah) sehingga sebagai wujud keimanan tersebut, kita harus menjadi orang yang pandai membagi kebahagiaan kepada orang lain baik dalam bentuk harta atau bukan.
Wujud kedermawanan tersebut
misalnya seperti berikut.
a. Selalu menyisihkan uang jajan untuk kotak amal setiap hari Jum’at yang
diedarkan oleh petugas Rohis.
b. Membantu teman yang sedang
dalam kesulitan.
c. Menjamu tamu yang datang
ke rumah sesuai dengan kemampuan.
2. Menjadi orang yang jujur dan dapat
memberikan rasa aman
Wujud dari meneladani sifat Allah Swt al-Mu’m³n
adalah seperti berikut.
a. Menolong teman/orang lain yang sedang dalam bahaya atau ketakutan.
b. Menyingkirkan duri, paku, atau benda
lain yang ada di jalan yang dapat membahayakan pengguna jalan.
c. Membantu orang tua atau anak-anak yang
akan menyeberangi jalan raya.
3. Senantiasa bertawakkal kepada
Allah Swt.
Wujud dari meneladani sifat Allah Swt. al-Wak³l
dapat berupa hal-hal berikut.
a. Menjadi pribadi yang mandiri,
melakukan pekerjaan tanpa harus merepotkan orang lain.
b. Bekerja/belajar dengan sunguh-sungguh karena Allah Swt. tidak akan mengubah nasib seseorang yang tidak mau berusaha.
4. Menjadi pribadi yang kuat dan teguh
pendirian
Perwujudan meneladani dari sifat Allah
Swt. al-Mat³n dapat berupa hal-hal berikut.
a. Tidak mudah terpengaruh oleh rayuan
atau ajakan orang lain untuk melakukan perbuatan tercela.
b. Kuat dan sabar dalam menghadapi setiap
ujian dan cobaan yang dihadapi.
5. Berkarakter pemimpin
Pewujudan meneladani sifat Allah Swt. al-Jami’ di antaranya seperti berikut.
a. Mempersatukan orang-orang yang sedang berselisih.
b. Rajin melaksanakan śalat bejama’ah.
c. Hidup bermasyarakat agar dapat memberikan
manfaat kepada orang lain
6. Berlaku adil
Perwujudan meneladani sifat Allah Swt. al-‘Adl misalnya seperti berikut.
a. Tidak memihak atau membela orang yang bersalah, meskipun ia saudara atau teman kita.
b. Menjaga diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan sekitar dari kezaliman.
7. Menjadi orang yang bertakwa
Meneladani sifat Allah Swt. al-Ākhir adalah
dengan cara seperti berikut.
a. Selalu melaksanakan perintah Allah Swt. seperti: śalat lima waktu, patuh dan hormat kepada orang tua dan guru, puasa, dan kewajiban lainnya.
b. Meninggalkan dan menjauhi semua
larangan Allah Swt. seperti: mencuri, minum-minuman keras, berjudi, pergaulan
bebas, melawan orang tua, dan larangan lainnya.
Demikian Makna Asma’ulHusna: al-Karim,
al-Mu’min, al-Wakil, al-Matin, al-Jami’, al-‘Adl, dan al-Akhir. Dan prilaku yang mencerminkan asmaulhusna Yang
dapat di share semoga bermanfaat.
Sumber :
Buku Diknas Pendidikan Agama islam dan
budi pekerti K-13 SMA/MA/SMK Kelas X