Keutamaan ilmu dan kisah nabi Musa as Menuntut ilmu kepada nabi khiadir
didalam Al-Qur’an,
Kisah nabi Musa as menuntut ilmu |
Ilmu
pengetahuan merupakan hal yang terpenting yang
harus kita usakan karena dengan ilmu kita akan dapat meraih kebahagian
dunia dan akhirat, demikian pentingnya ilmu sehingga Allah SWT, menurunkan
wahyu yang pertama perintah untuk membaca atau belajar dan merupakan
jalan untuk mendapatkan syurga,
Dari Abuddarda' r.a., katanya: "Saya
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa menempuh suatu jalan
untuk mencari sesuatu ilmu pengetahuan di situ, maka Allah akan memudahkan
untuknya suatu jalan untuk menuju syurga,
dan sesungguhnya para malaikat itu
niscayalah meletakkan sayap-sayapnya kepada orang yang menuntut ilmu itu,
karena ridha sekali dengan apa yang dilakukan oleh orang itu.
Sesungguhnya orang alim itu niscayalah
dimohonkan pengampunan untuknya oleh semua penghuni di langit dan
penghuni-penghuni di bumi, sampaipun ikan-ikan yu yang ada di dalam air.
Keutamaan orang alim atas orang yang
beribadat itu adalah seperti keutamaan bulan atas bintang-bintang yang lain.
Sesungguhnya para alim ulama adalah pewarisnya para Nabi,
sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan
dinar ataupun dirham, hanyasanya mereka itu mewariskan ilmu. Maka barangsiapa
dapat mengambil ilmu itu, maka ia telah mengambil dengan bagian yang banyak
sekali." (Riwayat Abu Dawud dan Termidzi)
Allah SWT berfirman :
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ
مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya : “Tidak sepatutnya
bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.” (Qs. At-Taubah(9) : 122)
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ
وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Artinya : “Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.” (Qs. Al-Isro(17) : 36)
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : “... niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (Qs. Al-Mujadilah(58)
: 11)
Menuntut ilmu merupakan
kewajiban setiap kaum muslimin dan muslimat, mulai dari buaian sampai kuburan,
termasuk didalamnya para nabi dan Rasul utusan Allah SWT.
Coba kita simak kisah nabi
Musa as. Suatu hari, seorang
dari Bani Israil menemui Musa dan kemudian bertanya, “Wahai Nabiyullah, adakah
di dunia ini orang yang lebih berilmu darimu ?” ujarnya. Tersentak, Nabi Musa
AS pun menjawab, “Tidak”.
Tentu saja, siapa yang mampu menandingi
ilmu Musa, utusan Allah kala itu. Sumber tuntunan agama dan sumber pengetahuan
wahyu Allah ada di genggaman Musa. Ia memiliki Taurat dan beragam mukjizat
dari-Nya.
Namun, rupanya Allah memiliki hamba lain
selain Musa yang lebih berilmu. Allah pun menegur dengan mewahyukan pada Musa
bahwa tak seorang pun di muka bumi yang mampu menguasai semua ilmu.
Tak hanya Musa, di belahan bumi lain pun
terdapat seorang yang memiliki ilmu luar biasa. Ilmu itu tak hanya dimiliki
Musa. Orang itu juga seorang Nabi. Mengetahui hal tersebut, sontak Musa pun
ingin berguru kepada orang tersebut. Ia bersemangat ingin menuntut ilmu dan menambah
pengetahuannya.
Sesungguhnya teguran Allah Swt itu
mencetuskan keinginan yang kuat dalam diri Nabi Musa AS untuk menemui hamba
yang shaleh itu. Di samping itu, Nabi Musa AS juga ingin sekali mempelajari
ilmu dari Hamba Allah tersebut.
Nabi Musa AS kemudian menunaikan perintah
Allah SWT itu dengan membawa ikan di dalam wadah dan berangkat bersama-sama
pembantunya yang juga merupakan muridnya, Yusya bin Nun.
Mereka berdua akhirnya sampai di sebuah
batu dan memutuskan untuk beristirahat sebentar karena telah menempuh
perjalanan cukup jauh. Ikan yang mereka bawa di dalam wadah itu tiba-tiba
meronta-ronta dan selanjutnya terjatuh ke dalam air.
Allah SWT membuatkan aliran air untuk
memudahkan ikan sampai ke laut. Yusya` tertegun memperhatikan kebesaran Allah
SWT menghidupkan kembali ikan yang telah mati itu.
Setelah menyaksikan peristiwa yang sungguh
menakjubkan dan luar biasa itu, Yusya’ tertidur dan ketika terjaga, beliau lupa
untuk menceritakannya kepada Nabi Musa AS. Mereka kemudian meneruskan perjalanan
lagi, dan keesokan paginya.
Ibn Abbas berkata, “Nabi Musa sebenarnya
tidak merasa letih sehingga baginda melewati tempat yang diperintahkan oleh
Allah supaya menemui hamba-Nya yang lebih berilmu itu.”.
Pejalanan melelahkan keduanya hingga mereka
merasa lapar. Ketika Musa menanyakan bekal untuk makan, Yusya baru teringat
pada si ikan. “Saat kita istirahat di batu tadi, sungguh aku benar-benar lupa
mengabarkan tentang ikan itu.
Tidaklah yang melupakanku untuk
mengabarkannya padamu kecuali setan. Ikan itu kembali ke laut dengan cara yang
aneh sekali,” ujar Yusya. Musa pun langsung mengetahui itu adalah sebuah tanda,
“Itulah tempat yang kita cari,” ujar Musa bersemangat.
Lupa sudah rasa lapar tadi, keduanya pun
kembali ke arah semula tempat mereka beristirahat. Terdapat banyak pendapat
tentang tempat pertemuan Musa dengan Khidir.
Ada yang mengatakan bahwa tempat tersebut
adalah pertemuan Laut Romawi dengan Persia yaitu tempat bertemunya Laut Merah
dengan Samudra Hindia.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa lautan
tersebut terletak di tempat pertemuan antara Laut Roma dengan Lautan Atlantik.
Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa lautan tersebut terletak di
sebuah tempat yang bernama Ras Muhammad yaitu antara Teluk Suez dengan Teluk
Aqabah di Laut Merah.
Ketika mereka telah Sampai pada tempat yang
mereka tuju dan bertemu dengan sosok pria yang wajahnya tertutup sebagian oleh
kudung. Sikapnya tegas menunjukkan kesalehannya.
Pria itulah ialah Nabi Khidir AS.
“Bolehkah aku mengikutimu agar kau bisa mengajarkanku sebagian ilmu di antara
ilmu-ilmu yang kau miliki ?” ujar Nabi Musa AS kepada Khidir AS. Nabi
Khidir AS menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup
bersabar bersama-samaku”(Surah Al-Kahfi : 67).
“Wahai Musa, sesungguhnya ilmu yang kumiliki ini ialah sebagian dari
pada ilmu karunia dari Allah yang diajarkan kepadaku tetapi tidak diajarkan
kepadamu wahai Musa. Kamu juga memiliki ilmu yang diajarkan kepadamu yang tidak
kuketahuinya.”
Nabi Musa berkata, “Insya Allah tuan akan
mendapati diriku sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan menentang tuan
dalam sesuatu urusan pun.” (Surah Al-Kahfi : 69).
Dia (Khidir) selanjutnya mengingatkan, “Jika
kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun
sehingga aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Surah Al-Kahfi : 70).
Nabi Musa AS mengikuti Nabi Khidir AS
dan terjadilah peristiwa yang menguji diri Musa yang telah berjanji bahwa Nabi
Musa AS tidak akan bertanya mengenai sesuatu tindakan Nabi Khidir AS.
Setiap tindakan Nabi Khidir AS itu dianggap aneh dan membuat Nabi Musa
AS terperanjat.
Peristiwa ketika Nabi Khidir AS
menghancurkan perahu yang mereka tumpangi. Nabi Musa AS bertanya kepada Nabi
Khidir AS. Nabi Khidir AS mengingatkan akan janji Nabi Musa AS, dan
Nabi Musa AS meminta maaf karena lalai mengingkari janji untuk tidak
bertanya mengenai tindakan Nabi Khidir AS.
Ketika mereka tiba di suatu daratan, Nabi
Khidir AS membunuh bocah yang sedang bermain dengan teman sebayanya. Dan
lagi-lagi Nabi Musa AS bertanya kepada Nabi Khidir AS. Nabi Khidir AS
kembali mengingatkan janji Nabi Musa AS,
dan beliau diberi kesempatan terakhir untuk
tidak bertanya-tanya terhadap yang dilakukan oleh Nabi Khidir AS, jika
masih bertanya lagi maka Nabi Musa AS harus rela untuk tidak mengikuti
perjalanan lagi bersama Nabi Khidir AS.
Mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai
disuatu Perkampungan. Sikap penduduk Kampung itu tidak bersahabat dan tidak mau
menerima kehadiran mereka, hal ini membuat Nabi Musa AS merasa kesal terhadap
penduduk itu.
Setelah dikecewakan oleh penduduk, Nabi
Khidir AS malah menyuruh Nabi Musa AS untuk memperbaiki tembok suatu
rumah yang rusak . Nabi Musa AS tidak kuasa untuk bertanya terhadap sikap Nabi
Khidir AS ini.
Akhirnya Nabi Khidir AS menegaskan
pada Nabi Musa AS bahwa beliau tidak dapat menerima Nabi Musa AS untuk menjadi
muridnya dan Nabi Musa AS tidak diperkenankan untuk terus melanjutkan
bersama dengan Nabi Khidir AS.
Nabi Khidir AS menguraikan mengapa beliau melakukan
hal-hal yang membuat Nabi Musa AS bertanya. Adapun perahu itu adalah kepunyaan
orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan perahu
itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap perahu.
Dan adapun bocah itu maka kedua orang
tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong
kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki,
supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak/bocah lain yang lebih
baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya kepada ibu
bapaknya.
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan
dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi
mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki
agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya
itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu,
dan bukanlah aku melakukannya itu menurut
kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu
tidak dapat sabar terhadapnya”.
Hikmah dari kisah ini , Adab menuntut ilmu
AI
Imam Fakhrur Razi mengatakan,” Ketahuilah , ayat ini (Qs al Kahfi: 66)
menunjukan bahwa Nabi Musa memperhatikan adab serta tata cara yang cukup banyak
dan lunak ketika ingin belajar dari nabi Khidir. Tata cara tersebut antara lain
:
Nabi
Musa merendah’kan dirinya dengan bertanya secara halus , “ Apakah engkau
mengizinku untuk mengikutimu? Padahal kita tahu Nabi Musa adalah seorang
nabi Ulul Azmi yang pernah bercakap-cakap dengan Allah dan memimpin Bani
Israil. Dia pula satu-satunya Nabi yang disebut namanya dalam Al Qur’an
sebanyak 300 Kali!
Kemudian
nabi Musa mengatakan “ Supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar..” ini
membuktikan kepribadian luhur dan sifat tawadlu untuk mengakui akan
kebodohan dirinya di hadapan sang guru. Dan beberapa adab lainnya
Hikmah
kisah ini juga menyampaikan salah satu etika dalam menuntut ilmu (al Qur’an)
adalah bahwa ilmu harus dicari dari sumbernya . Ia harus didatangi walau jauh
tempatnya dan kesulitan dalam menempuhnya.
Dan
Nabi Musa mencontohkan bagaimana ia walaupun seorang nabi pilihan (ulul azmi)
yang sekaligus pemimpin , siap menempuh suatu perjalanan untuk mencari ilmu.
Para pecinta ilmu semakin
bertambah ilmunya, maka dia makin merasa bodoh, karena lebih banyak yang belum
diketahuinya dari pada apa yang telah diketahuinya, karena itu biasanya mereka
sangat bersunguh-sungguh dalam mempelajarinya
Demikian
keutamaan ilmu dan kisah nabi Musa as Menuntut ilmu kepada nabi khaidir
didalam Al-Qur’an, semoga bermanfaat