Iklan

Sunday 27 August 2017

Kisah Do'a tiga pengembara terjebak dalam go'a



Kisah Do'a tiga orang  pengembara yang terjebak dalam Go’a

Gambar : kisah do'a tiga orang pengembara terjebak dalam go'a
Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma, katanya: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat berpergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya.

Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahawasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta'ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik.

Seorang dari mereka itu berkata: "Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu - yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak.

Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya saya pun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya. 

Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah, Anak-anak kecil sama menangis kerana kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya.

Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keredhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini." Batu besar itu tiba-tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua.

Yang lain berkata: "Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak bapa saudara yang wanita - jadi sepupu wanita - yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia - dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan orang-orang lelaki yang amat sangat kepada wanita - kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu,

sehingga pada suatu tahun ia memperolehi kesukaran. lapun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus dua puluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku -maksudnya suka dikumpuli dalam seketiduran. Ia berjanji sedemikian itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya - dalam sebuah riwayat lain disebutkan:

Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya - sepupuku itu lalu berkata: "Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin - maksudnya cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini - melainkan dengan haknya - yakni dengan perkahwinan yang sah -, lalu saya pun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya.

Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keredhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya.

Orang yang ketiga lalu berkata: "Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga bertambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu.

Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab: Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itu pun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan.

Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keredhaanMu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar itu lalu membuka lagi dan mereka pun keluar dari gua itu. (Muttafaq 'alaih)

Ada beberapa kandungan yang penting-penting dalam Hadis di atas, yaitu:
-  Kita disunnahkan berdoa kepada Allah di kala kita sedang dalam   keadaan   yang  sulit,   misalnya  mendapatkan   malapetaka, kekurangan rezeki dalam kehidupan, sedang sakit dan lain-lain.

- Kita disunnahkan bertawassul dengan amal perbuatan kita sendiri yang shalih, agar kesulitan itu segera lenyap dan diganti dengan kelapangan oleh Allah Ta'ala. Bertawassul artinya membuat perantaraan dengan amal shalih itu, agar permohonan kita dikabulkan olehNya. Bertawassul dengan cara seperti ini tidak ada seorang ulamapun yang tidak membolehkan. Jadi beliau-beliau itu sependapat tentang bolehnya.

Juga tidak diperselisihkan oleh para alim-ulama perihal bolehnya bertawassul dengan orang shalih yang masih hidup, sebagaimana yang dilakukan oleh Sayidina Umar r.a. dengan bertawassul kepada Sayidina Abbas, agar hujan segera diturunkan.

Jadi bukan orang-orang shalih itu yang dimohoni, tetapi yang dimohoni tetap Allah Ta'ala, tetapi beliau-beliau dimohon untuk ikut membantu mendoakan saja. Kalau yang dimohoni itu orang-orang yang sudah mati, sekalipun bagaimana shalihnya, semua alim-ulama Islam sependapat bahawa perbuatan sedemikian itu haram hukumnya karena orang yang sudah meninggal justru mengharapakan doa dari keluarganya dan seluruh kaum muslimin agar amal solehnya dapat diterima dan dosanya mendapat ampunan Allah SWT baik disaat jiarah kubur maupun dalam kesempatan lainnya.

Bermohon kepada orang yang sudah mati  termasuk syirik atau menyekutukan sesuatu dengan Allah Ta'ala yang Maha Kuasa Mengabulkan segala permohonan dan merupakan tradisi jahiliyah dimana mereka membuat dan meletakan patung-patung orang soleh tersebut di dekat ka’bah seperti latta, uzza dan bermohon kepadanya .

Allah SWT berfirman dalam Qs.Az-zumar(39) ayat 3

أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Artinya : Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.    (Qs.Az-zumar(39) : 3)

Wallahu A'lam bisshowab (Allah lebih mengetahui hakikat yang sebenarnya)
 

Adab Berdo'a dan cara Allah mengabulkan do'a



Adab berdo’a yang baik  dan Cara Allah  swt Mengabulkan Do'a 
   
Gambar Adab berdo'a dan cara Allah mengabulkan do'a
Berdo’a artinya meminta kebaikan kepada Allah SWT dengan harapan hajatnya atau keinginannya terpenuhi dan menjadi kenyataan, berdo’a termasuk ibadah yang diperintah Allah sehingga siapapun yang berdo’a kepadanya akan mendapatkan pahala bila dilakukan dengan ikhlas,

namun berdo’a tidak dimaksudkan untuk mengatur Allah swt agar memenuhi segala keinginannya dalam do’a, karenanya dalam berdo’a kita boleh meminta berbagai macam kebaikan namun Allah lebih mengetahui kebutuhan dan kebaikan yang sebenarnya untuk hamba-hamabnya yang berdo’a tersebut.

Firman Allah SWT Qs. AL-Mukmin(40) : 60

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Artinya : “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina".( Qs. AL-Mukmin(40) : 60)

Dalam ayat tersebut jelas sekali menunjukan adanya kepastian bahwa siapapun yang berdo’a akan diperkenankan Allah SWT, namun dalam faktanya banyak orang yang sudah bersungguh-sungguh berdo’a masih saja mengeluh bahwa do’a nya tidak dikabulkan sehingga ada ke engganan untuk terus berdo’a dan merasa sia-sia saja yang pada akhirnya berputus asa.

Dalam menyikapi kasus seperti ini kita harus pandai dan bijaksana yaitu dengan memahami bagaimana cara Allah mengabulkan dan menjawab do’a dari hamba-hambanya, 

menurut para ulama bahwa Allah SWT mengabulkan do’a dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan mengabulkan do’a seperti apa yang dinginkan dalam waktu yang cepat didunia ini,

kedua terkabulnya do’a dengan terhindarnya ia dari bala bencana dan mengganti dengan yang lebih baik dari apa yang dimintannya, 

dan yang ketiga  ditundannya pengabulan tersebut didunia dengan pahala yang besar dan berlipat ganda di akhirat sebagai gantinya, sehingga ia akan merasa heran dan takjub dengan pahala tersebut sebab sebelumnya selama hidup didunia menurut keyakinannya belum pernah dia melakukan suatu ibadah yang luar biasa.

Dengan kita memahami cara Allah SWT mengabulkan do’a maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berdoa dan kita bisa belajar dari kesabaran dan keikhlasan hamba-hamba Allah yang tidak menyerah berdo’a

 Baca juga : Kisah Do'a tiga pengembara yang terjebak dalam go'a

Wednesday 9 August 2017

Tiga Sifat Mental Manusia Dalam Beribadah



Tiga sifat mental manusia dalam Ibadah kepada Allah swt 

Tiga sifat mental manusia ber ibadah
Ikhlas ibadah berarti  memperhambakan diri kepada Allah SWT dengan mentaati dan melaksanakan segala perintah-perintah dan anjuran-anjurannya, serta menjauhi segala larangan-larangannya karena mengharap keridhoaan Allah semata, baik dalam bentuk kepercayaan, perkataan maupun perbuatan dengan penuh tanggung jawab disertai prasangka baik 

Bahwa semua perintahnya dan larangannya adalah kebaikan semata dengan dasar keyakinan bahwa tidak mungkin Allah memerintahkan bila tidak ada kebaikannya dan tidak mungkin pula Allah SWT melarang  bila itu tidak mendangkan keburukan.

Jin dan manusia sudah digariskan dalam Al-Qur’an untuk beribadah kepadanya sebagaiman Allah SWT jelaskan dalam Qs. Adz-dzariyat(51) ayat 56

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”  (Qs. Adz-dzariyat(51) ayat 56)

Dari ayat tersebut jelas menunjukan bahwa baik jin maupun manusia diciptakan Allah hanya untuk ibadah saja, karena itu dapat kita fahami bahwa ibadah bukan hanya sholat, puasa, zakat, haji dan ibadah lain yang telah rutin dilakukan umat islam, 

namun secara umum dapat diartikan bahwa yang dimaksud ibadah disini adalah seluruh aspek atau  kegiatan hidup kita mulai dari  bangun tidur, bekerja, menuntut ilmu  sampai tidur lagi bahkan tidur itu sendiripun dapat bernilai ibadah apabila dilakukan dengan ikhlas dan benar, 

sehingga ada suatu ungkapan: “tidurnya orang yang alim lebih baik dari ibadahnya orang yang jahil”, hal ini disebabkan karena orang alim tidurnya untuk ibadah sedangkan ibadahnya orang jahil karena taklid buta.      

Menurut sebagian  ulama ada tiga macam sikap mental yang mendorong seseorang untuk beribadah kepada Allah yaitu mental budak, mental pedagang dan mental pecinta. 

1.     Mental sifat budak

Mental budak berarti orang yang beribadah kepada Allah SWT karena takut akan siksanya dan takut akan nerakanya  sebagai mana takutnya seorang budak kepada majikannya bila tidak melaksanakan tugasnya dengan baik akan mendapatkan hukuman atau siksaan, sikap mental semacam ini didalam beribadah tentu bukan perkara yang  dilarang Allah SWT selama takut tersebut karena Allah SWT.

Firman Allah dalam Al-Qur’an

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Artinya : “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku(Allah SWT), jika kamu benar-benar orang yang beriman.”  (Qs.Ali Imron(3): 175)

2.     Mental sifat Pedagang      
     
Sikap mental kedua adalah mental pedagang yang mau beribadah kepada Allah bila mendapatkan untung berupa pahala yang banyak dan surganya Allah sebagaimana keinginannya mendapat untung  ketika dia menjual barang dagangannya, sikap mental seperti inipun tidak dilarang selama ibadahnya dimaksudkan untuk mendapat keuntungan dari kemurahan atau pemberian Allah SWT semata karena Allah juga yang telah menjanjikannya, firman Allah dalam Qs.Al-Ma’idah(5) : 9

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ

Artinya : “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”  
  
3.     Mental Sifat pecinta

Dan sikap mental yang ketiga yaitu sikap orang-orang yang beribadah kepada Allah dengan dasar cinta, dia tidak melihat hukuman atau siksa neraka dan tidak pula melihat hadiah pahala syurga, semua dilakukan atas dasar kesadaran yang tinggi, rasa syukur yang besar dan kerelaan yang tulus 

karena  telah mengenal keagungan Allah dengan baik sehingga ingin selalu berbuat yang terbaik agar selalu bisa dekat dan bertemu dengan Allah serta selalu ingat kepada Allah, dan hatinya menjadi tentram bila mengingatnya sebagai pertanda ada cinta dihatinya Qs. Ar-Ra’d(13) :28.

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.

 Sikap yang ketiga inilah sikap yang terbaik dan kita hanya bisa belajar dari manusia terbaik yaitu Nabi Muhammad SAW dalam suatu hadist yang diriwatkan dari Aisyah ra.

Baca : amalan yang bernilai pahala ibadah haji
 
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Nabi s.a.w. itu berdiri untuk bersembahyang malam, sehingga pecah-pecah kedua tapak kakinya. Saya berkata kepadanya: "Mengapa Tuan mengerjakan sedemikian ini, ya Rasulullah, padahal sudah diampunkan untuk Tuan dosa-dosa Tuan yang dahulu dan yang kemudian?" beliau s.a.w. lalu bersabda: "Tidakkah saya ini seorang hamba yang banyak bersyukur." (Muttafaq 'alaih)