Hadist Arbain
Ke 5 : Tentang Larangan Amalan Bid’ah
Apakah
bid’ah itu?, dan mengapa perbuatan
bid’ah dilarang?
Hadist Arbain ke 5 |
Bid’ah
adalah suatu perbutaan baru dalam ibadah yang sebelumnya tidak diperintahkan
atau dicontohkan atau mendapat persetujuan dari nabi Muhammad saw yang dikerjakan
dengan menambah-nambah atau mengurangi yang sempurna atau mengada-ada yang sebelumnya belum ada
dengan alasan ingin mendekatkan diri kepada Allah swt dan meyakini akan
kebenaran amalan tersebut.
Bid’ah
dilarang karena aturan dan tata cara dalam ibadah telah sempurna sehingga
merubahnya baik itu dengan menambah atau mengurangi atau mengada-adakan yang
belum pernah dikerjakan Nabi Muhammad saw berarti menganggap aturan yang dibawa
nabi itu belum sempurna disamping itu perbuatan bid’ah dapat menyimpangkan
aturan atau syariat yang telah baku dan ini merupakan perbuatan sesat yang
tertolak sebagaimana hadist berikut ini.
Hadist Arbain ke 5 tentang Amalan Bid'ah
Dari Ibunda kaum mu’minin, Ummu
Abdillah ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu
‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu
(amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu
tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa
melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.”
Kedudukan hadits
Hadits ini sangat agung kedudukannya
karena merupakan dasar penolakan terhadap seluruh bentuk bidáh yang menyelisihi
syariát, baik bidáh dalam aqidah, ibadah, maupun muámalah.
Bidáh
Bidáh memiliki 2 tinjauan secara lughah dan secara syarí. Bidáh secara lughah berarti segala sesuatu yang tidak ada contoh atau tidak ada yang mendahuluinya pada masanya. Adapun bidáh secara syarí adalah seperti yang didefinisikan oleh para ulama, yaitu yang memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:
Bidáh memiliki 2 tinjauan secara lughah dan secara syarí. Bidáh secara lughah berarti segala sesuatu yang tidak ada contoh atau tidak ada yang mendahuluinya pada masanya. Adapun bidáh secara syarí adalah seperti yang didefinisikan oleh para ulama, yaitu yang memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:
1. Dilakukan secara terus menerus.
2. Baru, dalam arti tidak ada contohnya.
3. Menyerupai syariát baik dari sisi sifatnya atau atsarnya. Dari sisi sifat maksudnya seperti sifat-sifat syariát yaitu sudah tertentu waktu, tempat, jenis, jumlah, dan tata caranya. Dari sisi atsarnya maksudnya diniati untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala. Bidáh termasuk jenis Dosa Besar, karena merupakan amal kemaksiatan namun mengharapkan pahala.
2. Baru, dalam arti tidak ada contohnya.
3. Menyerupai syariát baik dari sisi sifatnya atau atsarnya. Dari sisi sifat maksudnya seperti sifat-sifat syariát yaitu sudah tertentu waktu, tempat, jenis, jumlah, dan tata caranya. Dari sisi atsarnya maksudnya diniati untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala. Bidáh termasuk jenis Dosa Besar, karena merupakan amal kemaksiatan namun mengharapkan pahala.
Mashalihul Mursalah
Kalau seseorang tidak benar-benar
memahami hakikat bidáh maka dia bisa rancu dengan sesuatu yang disebut
Mashalihul Mursalah. Sepintas, antara bidáh dan Mashalihul Mursalah ada
kemiripan, namun hakikatnya berbeda. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut
:
1. Mashalihul Mursalah terjadi pada
perkara duniawi atau pada sarana (wasilah) demi penjagaan lima maqosid syariát
yaitu agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sementara bidáh terjadi pada
ibadah atau ghayah.
2. Mashalihul Mursalah tidak ada
tuntutan untuk dikerjakan pada masa Nabi shallallaahu álaihi wa sallam, adapun
bidáh tuntutan untuk dikerjakannya sudah ada pada masa Nabi shallallaahu álaihi
wa sallam.
Menu Utama Hadist Arbain
Menu Utama Hadist Arbain
Sumber:
Hadist web,
www.islamhouse.com
Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh
Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id
Penyusun: Ustadz Abu Isa
Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)