Iklan

Sunday, 12 February 2017

Hadist Arbain Ke 5 : Amalan Bid’ah



Hadist Arbain Ke 5 : Tentang  Larangan Amalan Bid’ah

Apakah bid’ah itu?, dan  mengapa perbuatan bid’ah dilarang?

Hadist Arbain ke 5
Bid’ah adalah suatu perbutaan baru dalam ibadah yang sebelumnya tidak diperintahkan atau dicontohkan atau mendapat persetujuan dari nabi Muhammad saw yang dikerjakan dengan menambah-nambah atau mengurangi yang sempurna  atau mengada-ada yang sebelumnya belum ada dengan alasan ingin mendekatkan diri kepada Allah swt dan meyakini akan kebenaran amalan tersebut.   

Bid’ah dilarang karena aturan dan tata cara dalam ibadah telah sempurna sehingga merubahnya baik itu dengan menambah atau mengurangi atau mengada-adakan yang belum pernah dikerjakan Nabi Muhammad saw berarti menganggap aturan yang dibawa nabi itu belum sempurna disamping itu perbuatan bid’ah dapat menyimpangkan aturan atau syariat yang telah baku dan ini merupakan perbuatan sesat yang tertolak sebagaimana hadist berikut ini.

Hadist Arbain ke 5 tentang Amalan Bid'ah 
 
Text Hadist Arbain ke 5
Dari Ibunda kaum mu’minin, Ummu Abdillah ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.”

Kedudukan hadits
Hadits ini sangat agung kedudukannya karena merupakan dasar penolakan terhadap seluruh bentuk bidáh yang menyelisihi syariát, baik bidáh dalam aqidah, ibadah, maupun muámalah.

Bidáh
Bidáh memiliki 2 tinjauan secara lughah dan secara syarí. Bidáh secara lughah berarti segala sesuatu yang tidak ada contoh atau tidak ada yang mendahuluinya pada masanya. Adapun bidáh secara syarí adalah seperti yang didefinisikan oleh para ulama, yaitu yang memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:
1. Dilakukan secara terus menerus.
2. Baru, dalam arti tidak ada contohnya.
3. Menyerupai syariát baik dari sisi sifatnya atau atsarnya. Dari sisi sifat maksudnya seperti sifat-sifat syariát yaitu sudah tertentu waktu, tempat, jenis, jumlah, dan tata caranya. Dari sisi atsarnya maksudnya diniati untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala. Bidáh termasuk jenis Dosa Besar, karena merupakan amal kemaksiatan namun mengharapkan pahala.

Mashalihul Mursalah
Kalau seseorang tidak benar-benar memahami hakikat bidáh maka dia bisa rancu dengan sesuatu yang disebut Mashalihul Mursalah. Sepintas, antara bidáh dan Mashalihul Mursalah ada kemiripan, namun hakikatnya berbeda. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut :
1. Mashalihul Mursalah terjadi pada perkara duniawi atau pada sarana (wasilah) demi penjagaan lima maqosid syariát yaitu agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sementara bidáh terjadi pada ibadah atau ghayah.
2. Mashalihul Mursalah tidak ada tuntutan untuk dikerjakan pada masa Nabi shallallaahu álaihi wa sallam, adapun bidáh tuntutan untuk dikerjakannya sudah ada pada masa Nabi shallallaahu álaihi wa sallam.

                               Menu Utama Hadist Arbain

Sumber:
Hadist web, www.islamhouse.com
 Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id
Penyusun: Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)