Hadist Arbain Imam Nawawi ke 6
1. Melanggar larangan, karena telah melakukan sesuatu yang belum jelas hukumnya.
2. Bisa jadi yang dia lakukan hukumnya haram sementara dia tidak menyadarinnya karena belum jelas hukumnya.
Teks Hadist Arbain ke 6 : Halal, Haram Mutasyabihat |
Hadist Arbain ke 6 |
An-Nu'man bin Basyir berkata,
"Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan
yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat
(syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh
kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah
membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam
syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir
ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah
larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang
diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila
daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu
rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'"
(HR. Bukhori)[1]
Kedudukan Hadits
Tentang kedudukan hadits ini sudah
disebutkan pada penjelasan hadits pertama.
Musytabihat
Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi, artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara mutlak, dimana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.
Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi, artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara mutlak, dimana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.
Musytabihat dapat terjadi dalam 2 keadaan sebagai
berikut:
1. Ketika para ulama tawakuf tentang hukum suatu masalah.
2. Ketika seseorang yang bukan ulama merasa tidak mengetahui secara jelas tentang hukum suatu masalah.
1. Ketika para ulama tawakuf tentang hukum suatu masalah.
2. Ketika seseorang yang bukan ulama merasa tidak mengetahui secara jelas tentang hukum suatu masalah.
Dalam kedua keadaan tersebut
semestinya seseorang tidak melangkah sehingga perkaranya sudah jelas, baik
tatkala ulamanya sudah tidak tawakuf lagi atau sudah menanyakan kepada ahlinya.
Menghindari Mustabihat Identik
dengan Menjaga Agama dan Kehormatan
Orang mukmin berkewajiban untuk memelihara agama dan
kehormatannya. Kewajiban ini bisa terlaksana dengan cara menghindari
Mustabihat. Hal itu karena:
1. Dengan menghindari Mustabihat maka secara otomatis dia terhindar dari yang haram dan dengan terhindar dari yang haram terjagalah agamanya.
2. Adakalanya orang yang tidak menghindari Mustabihat akan dianggap orang yang rendah agamanya dan tidak memiliki ketaqwaan, dengan demikian ternodailah kehormatannya. Berbeda jika dia menghindari Mustabihat maka aggapan seperti itu akan jauh darinya, dengan demikian terjagalah kehormatannya.
1. Dengan menghindari Mustabihat maka secara otomatis dia terhindar dari yang haram dan dengan terhindar dari yang haram terjagalah agamanya.
2. Adakalanya orang yang tidak menghindari Mustabihat akan dianggap orang yang rendah agamanya dan tidak memiliki ketaqwaan, dengan demikian ternodailah kehormatannya. Berbeda jika dia menghindari Mustabihat maka aggapan seperti itu akan jauh darinya, dengan demikian terjagalah kehormatannya.
Menerjang Mustabihat Identik dengan
Menjerumuskan Diri ke dalam Keharaman
Orang mukmin dilarang melakukan sesuatu sehingga dia mengetahui hukumnya, maka seseorang yang menerjang Mustabihat dia akan terjerumus ke dalam yang haram ditinjau dari 2 sisi sebagai berikut :
Orang mukmin dilarang melakukan sesuatu sehingga dia mengetahui hukumnya, maka seseorang yang menerjang Mustabihat dia akan terjerumus ke dalam yang haram ditinjau dari 2 sisi sebagai berikut :
1. Melanggar larangan, karena telah melakukan sesuatu yang belum jelas hukumnya.
2. Bisa jadi yang dia lakukan hukumnya haram sementara dia tidak menyadarinnya karena belum jelas hukumnya.
Sesuatu yang Diperselisihkan
Hukumnya Tidak Identik dengan Mustabihat.
Banyak masalah yang diperselisihkan
status halal dan haramnya oleh para ulama. Tindakan menyelamatkan diri dari
perbedaan ulama adalah suatu kemuliaan, namun tidak dalam seluruh masalah.
Memilih pendapat yang lebih kuat, sekalipun dinilai haram oleh pihak yang lain,
tidaklah termasuk menerjang Mustabihat apalagi menerjang keharaman.
Hati, Otak Dan Akal
Hati adalah tempat bersemayamnya
akal dan rumah ruh. Akal adalah alat untuk memahami dan mangetahui baik-buruk
dan benar-salah. Sedangkan otak adalah penyampai data kepada akal. Dengan
demikian, yang bisa memahami dalil-dalil syariƔt adalah akal.
Catatan
Kaki:
[1]
Saya (Sofyan Efendi) mengambil hadits ke-6 ini langsung dari kitab Ringkasan
Shahih Bukhari karya Al-Albani, karena saya melihat arti (terjemahan) yang
disampaikan kurang tepat. Tulisan aslinya adalah sebagai berikut: Dari Abu
Abdillah Nu’man bin Basyir rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah
mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Sesungguhnya
sesuatu yang halal telah jelas serta yang haram juga telah jelas dan diantara
keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (yang masih samar/tidak jelas); yang
kebanyakan manusia tidak mengetahui (hukum)nya. Barangsiapa yang berhati-hati
terhadap perkara syubhat, maka sesungguhnya dia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus kepada perkara syubhat, pasti
akan terjerumus kepada yang haram. Seperti halnya seorang penggembala yang
menggembala di sekitar daerah larangan, sehingga dikhawatirkan hampir-hampir
(menggembala) di dalamnya. Ingatlah bahwa tiap-tiap raja mempunyai larangan.
Ingatlah bahwa larangan Alloh adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah
bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik, maka baiklah seluruh
tubuhnya, jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ingatlah, ia adalah jantung.”
(HR. Bukhori dan Muslim). Padahal kalimat yang tepat bukan menyatakan
"pasti", tapi "hampir-hampir" serta segumpal daging
tersebut adalah "hati", bukan "jantung". Wallaahu'alam.
Saya memohon ampun kepada Allah jika seandainya saya yang salah.
Sumber:
Hadist web,
www.islamhouse.com
Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh
Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id
Penyusun: Ustadz Abu Isa
Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)