Iklan

Wednesday, 24 May 2017

Arti dan Cara ber Amar Ma’ruf nahi munkar



Arti dan Cara melakukan Amar Ma’ruf nahi munkar sesuai tuntunan Al-Qur’an dan sunah

Arti Amar Ma’ruf dan nahi Munkar

arti dan cara ber amar ma'ruf nahi munkar
Amar Ma’ruf artinya menyeru manusia dan meberi contoh untuk melakukan kebaikan sedangkan Nahi Munkar artinya mencegah manusia atau diri sendiri untuk melakukan perbuatan buruk atau dosa,

amar ma’ruf dan nahi mungkar kedudukannya sangat penting namun, amar ma’ruf diletakan di awal, karena biasanya, orang yang berbuat kebaikan enggan untuk melakukan keburukan,

walaupun ada saja orang yang mau berbuat baik tapi mau juga mengerjakan yang buruk karena dorongan hawa nafsu atau karena kejahilannya.  
Allah SWT berfirman :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah ....” (Qs. Ali  Imron(3) : 110)

Ruang lingkup Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar   

Amar Maruf dan Nahi Munkar memiliki ruang lingkup/cakupan yang sangat luas. Maruf meliputi seluruh perbuatan baik, sedangkan Munkar mencakup seluruh perbuatan buruk.

Dalam ajaran Islam perbuatan Maruf antara lain: mengamalkan rukun islam, jujur, sabar, membantu orang yang membutuhkan, infak, silaturahmi, menghormati orang tua, terutama ayah dan ibu, menuntut ilmu, menjaga hak sesama, menjaga hijab dan lainnya.

Adapun perbuatan munkar  antara lain: bohong, dengki, takabur, nifak, mengadu domba, berbuat zalim, menyuap dan lain-lain. 

Dalam pandangan Islam, menyeru kepada kebenaran dan menegakkannya, menafkahkan harta di jalan Allah swt, dan berjuang melawan kezaliman merupakan perbuatan penting yang ditekankan dalam Nahi Munkar.

يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ

Artinya : “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.”( Qs.Ali Imron(3) : 114)

Cara dan Tahapan Amar  ma’ruf dan nahi  Munkar

Dari Abu  Said al-Khudri  r.a., katanya:  "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa di antara engkau semua melihat sesuatu kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya itu dengan tangannya,

jikalau tidak dapat ( dengan atau kekuasaannya), maka dengan lisannya (dengan jalan menasihati orang yang melakukan kemungkaran tadi )-dan jikalau tidak dapat juga (dengan lisannya),

maka dengan hatinya (maksudnya hatinya mengingkari serta tidak menyetujui perbuatan itu). Yang sedemikian itu (yakni dengan hati saja)  adalah selemah-lemahnya keimanan." (HR. Muslim)

Kemungkaran jika didiamkan merajalela maka akan dianggap biasa dan merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama serta generasi sesudahnya

karena kemungkaran atau perbuatan maksiat  sangat  mendukung hawa nafsu untuk mengikutinya sehingga digemari dan mudah diikuti, untuk itu bila kuasa harus diperingatkan dengan perbuatan agar terhenti kemungkaran tadi seketika itu juga.

Bila tidak sanggup, maka dengan Iisan (dengan nasihat peringatan atau perkataan yang sopan-santun),sekalipun ini agak lambat berubahnya.

Tetapi kalau masih juga tidak sanggup, maka cukuplah bahawa hati kita tidak ikut-ikut menyetujui adanya kemungkaran itu. Hanya saja yang terakhir ini adalah suatu tanda bahawa iman kita sangat lemah sekali.

Kerana dengan hati itu hanya bermanfaat untuk diri kita sendiri, sedang dengan perbuatan atau nasihat itu dapat bermanfaat untuk kita dan masyarakat umum, hingga kemungkaran itu tidak terus menjadi-jadi.

Keutamaan Amar Ma’ruf nahi Munkar

Dari Abu Hurairah ra., Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mengajak kepada suatu kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikitpun pahala-pahala mereka.

Dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia akan mendapat dosa seperti orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi sedikitpun dosa-dosa mereka.” (H.R. Muslim)

Ancaman amar ma’ruf nahi munkar

Abu Zaid Usamah bin Haritsah ra., berkata: “Saya mendengar Rasulullah bersabda: “Pada hari kiamat kelak ada seseorang yang digiring lantas dilemparkan ke dalam neraka, seluruh isi perutnya keluar lalu berputar-putar seperti berputar-putarnya keledai di kincir,

kemudian seluruh penghuni neraka berkumpul mengerumuninya, lantas menegur: “Wahai Fulan, apa yang terjadi padamu, apakah kamu tidak beramar ma’ruf dan nahi munkar?”

Ia menjawab:  “Ya saya menganjurkan kebaikan tetapi saya sendiri tidak menjalankannya, dan saya melarang kemunkaran tetapi saya sendiri malah mengerjakannya.” (H.R. Bukhari & Muslim).

Contoh Amar Ma’ruf nahi munkar

Sekelompok Yahudi datang lalu mereka berkata, “As-samu ‘alaikum, wahai Muhammad! (Mereka maksudkan doa kematian).” ‘Aisyah mendengar ucapan mereka, ia pun berkata, “Alaikum as-samu wal la’nah’ (untuk kalian hal yang serupa dan laknat).”

Dalam riwayat lain ‘Aisyah berkata, “La’anakumullah wa ghadiba ‘alaikum’ (semoga laknat dan kemurkaan Allah l atas kalian).”

Rasulullah bersabda, “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah  mencintai sikap lemah lembut pada setiap perkara.” ‘Aisyah menjawab, “Bukankah engkau mendengar apa kata mereka?”

Rasulullah menjawab, “Tidakkah engkau mendengar apa yang aku katakan kepada mereka?” Yaitu ‘wa ‘alaikum’ (Bagi kalian juga yang semisal). Sesungguhnya doa kita akan dikabulkan, sedangkan doa mereka tidak. (HR. al-Bukhari)

Lihatlah bagaimana Nabi menampakkan sikap lembut kepada mereka, padahal mereka Yahudi, dengan harapan mereka mendapat hidayah dan tunduk pada kebenaran. Lalu, bagaimana kiranya sikap beliau terhadap orang-orang yang beriman?

Dengan demikian, yang lurus dalam beramar ma’ruf nahi mungkar akan selalu berusaha untuk menampakkan sikap lembut dan menggunakan ungkapan-ungkapan yang cocok, kata-kata yang baik, dan nasihat yang bijak di dalam sebuah majelis, di jalan atau di tempat mana pun.

Metode Amar Ma’ruf nahi Munkar

Allah berfirman:“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, serta berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (an-Nahl: 125)

Inilah metode yang ditempuh para pendahulu yang saleh (salaf) dalam beramar ma’ruf nahi mungkar: menampilkan sikap lembut, tenang dibarengi oleh ilmu, pemahaman terhadap situasi, kondisi, dan amal.

Pertama :Mencegah kemungkaran, yang dikemas dalam bentuk nasihat dan wejangan serta menanamkan rasa takut kepada Allah .Langkah ini ditujukan kepada pelaku kemungkaran yang mengetahui hukum syariat terkait dengan perbuatannya.

Langkah ini berbeda dengan yang pertama, yang umumnya diterapkan kepada pelaku kemungkaran yang tidak mengetahui hukum syariat.

Ibaratnya, langkah kedua ini untuk mengingatkan kembali pelaku akan hukum syariat yang sudah diketahuinya. misalnya tentang janji Allah  bagi orang-orang yang taat kepada-Nya dengan metode yang hikmah dan arahan yang baik.

Allah  berfirman: “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (adz-Dzariyat: 55)

Kedua :Teguran yang keras. Langkah ini ditempuh ketika pelaku kemungkaran tidak jera dengan metode/langkah sebelumnya. Terapkan teguran yang keras dengan memerhatikan etika dan kaidah syar’i,

tidak menyampaikan sesuatu melainkan dengan jujur, dan tidak melebar kesana-kemari jika tidak perlu. Nabi Ibrahim as, sebagai bapak para nabi menempuh langkah ini,

seperti firman Allah:“(Ibrahim berkata), ‘Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?’.” (al-Anbiya: 67)

 Ketiga : Ancaman dan menakut-nakuti. Langkah terakhir yang bisa ditempuh dalam melakukan pengingkaran kemungkaran dengan lisan.

Caranya, menyampaikan kepada pelaku kemungkaran, “Kalau engkau tidak menghentikan perbuatanmu, aku akan bertindak!” atau “Aku akan melaporkanmu kepada pihak berwajib agar menghukum dan memenjarakanmu.”

Tetapi, ancaman yang disampaikan harus benar-benar wajar dan masuk akal, supaya si pelaku mempercayai ancaman dan tindakan yang akan diambil oleh pihak yang mengingkarinya.

Mengingkari dengan Hati, yaitu bagi seorang mukmin yang tidak memiliki kemampuan untuk mengingkari dengan tangan dan lisannya. Tidak ada jalan lain bagi siapa yang keadaannya demikian,

selain membenci dan menampakkan ketidaksukaan kepada kemungkaran dan pelakunya dengan hatinya dan Allah Maha Mengetahui hal tersebut.

Kewajiban ini tidak bisa gugur dari seorang mukmin, siapa pun dia, karena tidak ada halangan apa pun yang mencegahnya. Tidak ada lagi cara lain untuk mengingkari kemungkaran. Bahkan, pengingkaran dengan hati adalah akhir batas keimanan.

Tujuan Amar Maruf dan Nahi Munkar dalam Islam adalah menghidupkan perbuatan baik di tengah masyarakat dan memberantas keburukannya, sehingga masyarakat bisa mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Terkait hal ini, Allah swt dalam surat at-Taubah ayat 71 berfirman, "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.

Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Al-Quran juga menegaskan bahwa tujuan diutusnya seluruh Nabi dan Rasul adalah melaksanakan Amar Maruf dan Nahi Munkar.

Firman Allah swt dalam surat An-Nahl ayat 36  Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu",

maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.

Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Q s. An-Nahl ayat 36)

Salah satu dalil diutusnya para Nabi oleh Allah swt adalah melawan para perusak dan menegakkan keadilan. Dan Orang-orang yang bertakwa tidak akan pernah diam selama masih  terjadi perbuatan keburukan  dalam masyarakat dan keadilan belum terwujud.

Demikan  sekilas tentang arti dan cara melakukan Amar Ma’ruf nahi munkar sesuai tuntunan Al-Qur’an dan sunah semoga bermanfaat dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari amin.





Monday, 22 May 2017

Sholat Tarawih+ witir 11,23,35,43 raka’at



Apakah jumlah Sholat Tarawih dan witir 11,  23, 35, 43 raka’at atau tidak terbatas 
Sholat tarawih+witir 11,23,35,43 rakaat
Apakah sholat tarawih dan witir 11,  23, 35, 43 raka’at, Haruskah dikerjakan berjamaah, kapan  Waktu terbaik  mengerjakannya, 

bagaimana  cara mengerjakannya dan apa sajakah Keutamaan sholat tarawih itu?

Inilah  materi yang akan kita bahas dalam kesempatan ini mengenai sholat tarawih 11, 23, 40 rakaat atau bilangan lain serta tata cara dan hikmah atau keutamaannya.   

#A. Apakah sholat tarawih dan witir itu

Apakah sholat tarawih itu? Sholat tarawih adalah sholat malam yang biasa dilakukan pada bulan ramadhan setelah sholat isya sebelum datang waktu fajar karena mengharapkan pahala dan keridhaan Allah swt

Sholat tarawih merupakan sholat yang bilangan rakaatnya genap dan biasanya diakhiri dengan sholat witir sebagai  penutup sholat yang bilangannya ganjil.

Sehingga  sebagian kaum muslimin memiliki anggapan bahwa sholat tarawih dan sholat witir sebagai satu  kesatuan karenanya ketika ditanya  tentang  jumlah rakaat sholat tarawih, mereka menjawab dengan  11 atau 23 rakaat.

#B. hukum sholat tarawih 

Sebagaimana sholat malam diluar bulan ramadhan  sholat tarawih hukumnya sunah Muakad atau sunah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan

Mengingat bulan ramadhan merupakan bulan yang  nilai kebaiakan diberikan pahala yang berlipat ganda akan sangat rugi orang yang meninggalkan qiyamul lail atau sholat tarawih ini.    

Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat malam pada bulan Ramadhan. Kemudian orang-orang menunggu beliau pada hari berikutnya namun beliau tidak muncul. 

Dan beliau bersabda: "Sesungguhnya aku khawatir sholat witir ini diwajibkan atas kamu." (Hr. Ibnu Hibban).

Yang diamaksud sholat witir adalah sholat tarawih dan witir karena bila dijumlahkan akan menghasilkan bilangan ganjil atau witir

#C.  Boleh sholat tarawih dikerjakan berjamaah

وَعَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِىِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رضى الله عنه – لَيْلَةً فِى رَمَضَانَ ، إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّى أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ . ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى ، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ ، قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ ، وَالَّتِى يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُومُونَ . يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ ، وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ

Artinya : Dan dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qariy bahwa dia berkata, “Aku keluar bersama ‘Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, 

ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma’mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. 

Maka ‘Umar berkata, “Aku berpikir bagaimana seandainya mereka semuanya shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik“.  Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka’ab. 

Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama’ah dengan dipimpin seorang imam, lalu ‘Umar berkata, “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam.” 

Yang beliau maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR. Bukhari no. 2010)

#D. Waktu mengerjakan sholat tarawih

Sebagai mana tersebut dalam hadist bukhori diatas bahwa “Orang yang tidur dulu dan meninggalkan shalat pada permulaan malam (untuk melakukannya pada akhir malam) adalah lebih utama daripada orang yang mendirikannya (pada awal malam).'

Sedangkan pada umumnya kita di Indonesia melaksanakan sholat tarawih setelah selesai  sholat isya tanpa ada waktu jeda yang lama sedangkan waktu terbaik adalah 1/3 malam yang akhir

#E. Berapa jumlah rakaat sholat tarawih dan witir

Ada beberapa Alternatif jumlah bilangan rakaat sholat tarawih dan witir

#1. 11 raka’at
Orang yang mengerjakan sholat 11 rekaat terdiri atas 8 rakaat sholat tarawih dengan  witir tiga rakaat sebagaimana hadist dari Umul Muslimin  Aisyah ra

'Aisyah Radliyallaahu 'anha berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak pernah menambah dalam sholat malam Ramadhan atau lainnya lebih dari sebelas rakaat. 

Beliau sholat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau sholat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau sholat tiga rakaat. 

'Aisyah berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum sholat witir? Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur namun hatiku tidak." Muttafaq Alaihi.

#b. 23 Rakaat

Dasar pelaksanaan sholat tarawih 23 rakaat adalah Dalam Musnad ‘Ali bin Al Ja’d terdapat riwayat sebagai berikut.

حدثنا علي أنا بن أبي ذئب عن يزيد بن خصيفة عن السائب بن يزيد قال : كانوا يقومون على عهد عمر في شهر رمضان بعشرين ركعة وإن كانوا ليقرءون بالمئين من القرآن

Artinya : Telah menceritakan kepada kami ‘Ali, bahwa Ibnu Abi Dzi’b dari Yazid bin Khoshifah dari As Saib bin Yazid, ia berkata, “Mereka melaksanakan qiyam lail di masa ‘Umar di bulan Ramadhan sebanyak 20 raka’at. Ketika itu mereka membaca 200 ayat Al Qur’an.” (HR. ‘Ali bin Al Ja’d dalam musnadnya, 1/413)

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih namun Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa riwayat di atas terdapat ‘illah atau cacat yaitu karena terdapat Yazid bin Khoshifah

Dalam riwayat Ahmad, beliau menyatakan bahwa Yazid itu munkarul hadits. Namun pernyataan ini tertolak dengan beberapa alasan:

Perbuatan  sahabat di zaman ‘Umar bin Khottob bervariasi, kadang mereka melaksanakan 11 raka’at, kadang pula –berdasarkan riwayat yang shahih- melaksanakan 23 raka’at. Lalu bagaimana menyikapi riwayat semacam ini? 

Jawabnya, tidak ada masalah dalam menyikapi dua riwayat tersebut. bahwa kadangkala mereka melaksanakan 11 raka’at, dan kadangkala mereka melaksanakan 23 raka’at dilihat dari kondisi mereka masing-masing.

Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro mengatakan,

وَيُمْكِنُ الْجَمْعُ بَيْنَ الرِّوَايَتَيْنِ ، فَإِنَّهُمْ كَانُوا يَقُومُونَ بِإِحْدَى عَشْرَةَ ، ثُمَّ كَانُوا يَقُومُونَ بِعِشْرِينَ وَيُوتِرُونَ بِثَلاَثٍ

“Dan mungkin saja kita menggabungkan dua riwayat (yang membicarakan 11 raka’at dan 23 raka’at, -pen), kita katakan bahwa dulu para sahabat terkadang melakukan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. Di kesempatan lain, mereka lakukan 20 raka’at ditambah witir 3 raka’at.”

Begitu pula Ibnu Hajar Al Asqolani juga menjelaskan hal yang serupa. Beliau rahimahullah mengatakan,

وَالْجَمْعُ بَيْن هَذِهِ الرِّوَايَات مُمْكِنٌ بِاخْتِلَافِ الْأَحْوَال ، وَيَحْتَمِل أَنَّ ذَلِكَ الِاخْتِلَافَ بِحَسَبِ تَطْوِيلِ الْقِرَاءَة وَتَخْفِيفِهَا فَحَيْثُ يُطِيلُ الْقِرَاءَة تَقِلُّ الرَّكَعَات وَبِالْعَكْسِ وَبِذَلِكَ جَزَمَ الدَّاوُدِيُّ وَغَيْره

“Kompromi antara riwayat (yang menyebutkan 11 dan 23 raka’at) amat memungkinkan dengan kita katakan bahwa mereka melaksanakan shalat tarawih tersebut dilihat dari kondisinya. 

Kita bisa memahami bahwa perbedaan (jumlah raka’at tersebut) dikarenakan kadangkala bacaan tiap raka’atnya panjang dan kadangkala pendek. 

Ketika bacaan tersebut dipanjangkan, maka jumlah raka’atnya semakin sedikit. Demikian sebaliknya. Inilah yang ditegaskan oleh Ad Dawudi dan ulama lainnya.

#C. 36, 40 rakaat atau jumlah lainnya

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Umar tatkala ada seorang datang kepada nabi alaihi shalatu wa salam bertanya kepada beliau tentang shalat lail. Kata nabi shalallahu alaihi wa salam:
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ

“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at, jika kamu takut masuk waktu shubuh maka witirlah satu raka’at.” (HR. Muslim no.749)

Maka disini nabi alaihi shalatu wa salam mengatakan bahwa shalat lail itu dua rakaat-dua rakaat. Beliau tidak mengatakan jika sampai 11 rakaat maka berhenti kalian. 

Nabi shalallahu alaihi wa salam tidak membatasi sehingga apabila seorang mengerjakan lebih dari 11 rakaat, 20 rakaat atau 30 rakaat atau bahkan 40 rakaat silahkan untuk menghidupkan malam-malam ramadhan tidak mengapa insya Allahu Ta’ala. Dan para ulama membolehkan hal tersebut.

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

لَمْ يُوَقِّتْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيهِ عَدَدًا مُعَيَّنًا ؛ بَلْ كَانَ هُوَ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَا يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا غَيْرِهِ عَلَى ثَلَاثَ عَشْرَةِ رَكْعَةً لَكِنْ كَانَ يُطِيلُ الرَّكَعَاتِ فَلَمَّا جَمَعَهُمْ عُمَرُ عَلَى أبي بْنِ كَعْبٍ كَانَ يُصَلِّي بِهِمْ عِشْرِينَ رَكْعَةً ثُمَّ يُوتِرُ بِثَلَاثِ وَكَانَ يُخِفُّ الْقِرَاءَةَ بِقَدْرِ مَا زَادَ مِنْ الرَّكَعَاتِ لِأَنَّ ذَلِكَ أَخَفُّ عَلَى الْمَأْمُومِينَ مِنْ تَطْوِيلِ الرَّكْعَةِ الْوَاحِدَةِ ثُمَّ كَانَ طَائِفَةٌ مِنْ السَّلَفِ يَقُومُونَ بِأَرْبَعِينَ رَكْعَةً وَيُوتِرُونَ بِثَلَاثِ وَآخَرُونَ قَامُوا بِسِتِّ وَثَلَاثِينَ وَأَوْتَرُوا بِثَلَاثِ وَهَذَا كُلُّهُ سَائِغٌ فَكَيْفَمَا قَامَ فِي رَمَضَانَ مِنْ هَذِهِ الْوُجُوهِ فَقَدْ أَحْسَنَ . وَالْأَفْضَلُ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ أَحْوَالِ الْمُصَلِّينَ فَإِنْ كَانَ فِيهِمْ احْتِمَالٌ لِطُولِ الْقِيَامِ فَالْقِيَامُ بِعَشْرِ رَكَعَاتٍ وَثَلَاثٍ بَعْدَهَا . كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي لِنَفْسِهِ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ هُوَ الْأَفْضَلُ وَإِنْ كَانُوا لَا يَحْتَمِلُونَهُ فَالْقِيَامُ بِعِشْرِينَ هُوَ الْأَفْضَلُ وَهُوَ الَّذِي يَعْمَلُ بِهِ أَكْثَرُ الْمُسْلِمِينَ فَإِنَّهُ وَسَطٌ بَيْنَ الْعَشْرِ وَبَيْنَ الْأَرْبَعِينَ وَإِنْ قَامَ بِأَرْبَعِينَ وَغَيْرِهَا جَازَ ذَلِكَ وَلَا يُكْرَهُ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ . وَقَدْ نَصَّ عَلَى ذَلِكَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ . وَمَنْ ظَنَّ أَنَّ قِيَامَ رَمَضَانَ فِيهِ عَدَدٌ مُوَقَّتٌ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُزَادُ فِيهِ وَلَا يُنْقَصُ مِنْهُ فَقَدْ أَخْطَأَ

“Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at. 

Akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang. Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab ditunjuk sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga raka’at. 

Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan dengan diganti raka’at yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang begitu panjang.

Sebagian salaf pun ada yang melaksanakan shalat malam sampai 40 raka’at, lalu mereka berwitir dengan 3 raka’at. Ada lagi ulama yang melaksanakan shalat malam dengan 36 raka’at dan berwitir dengan 3 raka’at.

Semua jumlah raka’at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. 

Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. 

Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, 

sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik.

Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. 

Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. 

Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.

Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.”

Cara  mengerjakan sholat tarawih dan witir 

Bagi yang sholat tarawih 11 rokaat, Sholat  tarawih dan witir dapat dikerjakan dengan 4, 4, 3 atau  2x salam dengan 4 rakat dan sebagai penutup satu salam  untuk sholat tarawih dan 3 rakaat satu salam sekaligus untuk sholat witirnya    

Sholat  tarawih dan witir dapat dikerjakan dengan 2,2,2,2, 3 atau 4x salam dengan 2 rakat dan sebagai penutup satu salam  untuk sholat tarawih dan 3 rakaat satu salam sekaligus untuk sholat witirnya

Dan bagi yang 23 rokaat Sholat  tarawih dan witir dapat dikerjakan dengan 2,2,2,2,2,2,2,2,2,2,2, 3 atau  10x salam dengan 2 rakat dan sebagai penutup satu salam  untuk sholat tarawih dan 3 rakaat satu salam sekaligus untuk sholat witirnya

Bilangan sholat witir

Dari Ali bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat witirlah wahai ahli Qur'an, karena Allah sesungguhnya witir (ganjil) dan dia mencintai yang ganjil (witir)." (H.r Imam Lima) dan dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah

Dalam suatu riwayat Bukhari-Muslim yang lain: Beliau sholat malam sepuluh rakaat, sholat witir satu rakaat, dan sholat fajar dua rakaat. Jadi semuanya tiga belas rakaat.

'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sholat malam tiga belas rakaat, lima rakaat di antaranya sholat witir, beliau tidak pernah duduk kecuali pada rakaat terakhir.

dari keterangan hadist diatas jelas bahwa sholat witir yang ganjil baik 1, atau 3 atau 5, maupun bilangan ganjil lainnya hanya ada satu salam

Witir sebagai sholat penutup dan hanya ada 1witir dalam semalam

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jadikanlah sholat witir sebagai akhir sholatmu malam hari." Muttafaq Alaihi.

Tholq Ibnu Ali berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak ada dua witir dalam satu malam." Riwayat Ahmad dan Imam tiga. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban.

Bila seseorang telah terbiasa sholat tarawih berjamaa 23 rakaat dan dia sholat dimasjid yang 11 rakaat maka setelah selesai sholat tarawih 8 rokaat hendaklah tidak melanjutkan mengikuti sholat witir tapi istirahat dan dilanjutkan dirumah 12 rakaat sholat tarawih kemudian ditutup 3 rakaat sholat witir 

Bacaan sholat witir
Ubay Ibnu Ka'ab Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasanya sholat witir dengan membaca (Sabbihisma rabbikal a'la dan (Qul yaa ayyuhal kaafiruun) dan (Qul huwallaahu Ahad)." Riwayat Ahmad, 

Abu Dawud dan Nasa'i. Nasa'i menambahkan: Beliau tidak salam kecuali pada rakaat terakhir.

#F. Keutamaan sholat tarawih dan witir   

Mendapat ampunan Allah swt

Dalam Shahih Al Bukhari pada Bab “Keutamaan Qiyam Ramadhan” disebutkan beberapa riwayat sebagai berikut.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin ‘Abdurrahman dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu 

bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu“.(HR. Bukhari no. 2009)


Disaksikan para Malaikat

Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa khawatir tidak bangun pada bagian akhir malam, hendaknya ia sholat witir pada awal malam 

dan barangsiapa sangat ingin bangun pada akhirnya hendaknya ia sholat witir pada akhir malam karena sholat pada akhir malam itu disaksikan (oleh malaikat), dan hal itu lebih utama." Riwayat Muslim.

Mendapat kedudukan yang terpuji

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

Artinya : Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Qs. Al-A’rof (17: 79)


Demikian materi tentang Apakah sholat tarawih dan witir 11,  23, 35, 43 raka’at, dengan mengetahui dalili-dalil diatas setiap kaum muslimin diberikan keleluasaan untuk memilih sesuai dengan kesanggupannya 

dan tidak terjebak pada pertikaian sesama kita yang dapat memecah belah ukhuwah islamiyah, yang penting dalam ibadah ikhlas karena  Allah  swt dan benar sesuai tuntunan Rasulullah  saw,  semoga bermanfaat.