Keutamaan Mengajar Ilmu dalam Al-Qur’an dan Hadist
Keutamaan mengajar Al-Qur'an Hadist |
Tidak semua orang bisa mengajar dan tidak semua orang yang bisa mengajar mau
mengajarkan ilmunya dan tidak semua orang
yang mengajarkan ilmunya melaksanakannya dengan ikhlas itu sebabnya guru
diistilahkan dengan pahlawan tanpa tanda jasa karena mengharap keridhaan Allah
swt
Tidak semua orang menjadi guru tapi semua
orang punya guru, apapun profesinya pasti punya guru, namun ketika berhasil
banyak yang melupakan gurunya untuk itulah guru jangan mengabdi dan mengharap
balasan dari manusia tapi mengabdi dan menggantungkan harapkan hanya kepada
yang maha kuasa agar tidak menyesal atau kecewa.
Ayat Al-Qur’an dan hadist tentang menyebarkan ilmu
Allah SWT
berfirman :
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Artinya : “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan
nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan
kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui.”(Qs. Al-Baqoroh(2):151)
Ibnu
Abbas berkata, "Jadilah kamu semua itu golongan Rabbani, yaitu (golongan
yang) penuh kesabaran serta pandai dalam ilmu fiqih (yakni ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan hukum hukum agama), dan mengerti."
Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud
"Rabbani"' ialah orang yang mendidik manusia dengan mengajarkan ilmu
pengetahuan yang kecil-kecil sebelum memberikan ilmu pengetahuan yang
besar-besar (yang sukar). (H.r. Bukhori)
Dari Urwah,
dia berkata, "Kami diberi keterangan, Abdullah bin Amr bin Ash, (maka saya mendengar
dia) berkata, 'Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Sesungguhnya Allah
tidak mencabut ilmu (agama) dengan serta-merta dari hamba-hamba Nya. Tetapi,
Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan (mematikan) ulama, sehingga Allah tidak
menyisakan orang pandai.
Maka, manusia mengambil orang-orang bodoh
sebagai pemimpin. Lalu, mereka ditanya, dan mereka memberi fatwa tanpa ilmu.
(Dan dalam satu riwayat: maka mereka memberi fatwa dengan pikirannya sendiri).
Maka, mereka sesat dan menyesatkan." (H.r. Bukhori)
Ali r.a. berkata, "Hendaklah kamu menasihati orang lain sesuai
dengan tingkat kemampuan mereka. Adakah kamu semua senang sekiranya Allah dan
Rasul-Nya itu didustakan sebab kurangnya pengertian yang ada pada mereka itu?"
Hadis
riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Di antara
tanda-tanda hari kiamat ialah diangkatnya ilmu, munculnya kebodohan, banyak
yang meminum arak, dan timbulnya perzinaan yang dilakukan secara
terang-terangan. (HR.Muslim)
Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri
kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak
mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan
orangnya, dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah
keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat. (HR. Ar-Rabii')
Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para
ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk
perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis
(pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu.
Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka ... neraka. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Wahai Aba Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih
baik bagimu daripada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu
bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik daripada
shalat seribu raka'at. (HR. Ibnu Majah)
Kisah inspiratif sorang Da'i di Pedalaman
Kisah
seorang da’i pedalaman
menderita penyakit yang mengharuskan da’i tersebut dibawa kerumah sakit ke
Jakarta. Pak Syuhada Bahri sebagai ketua umum dewan dakwah dan juga pengutus
da’i di pedalaman tersebut, berkata kepada da’i dengan penuh prihatin atas apa
yang dialaminya, “untuk sementara ini antum dirawat dirumah sakit, setelah
sembuh silahkan kembali ke pedalaman agar dakwah lebih maksimal lagi”.
Namun menerima tawaran itu, si da’i berkata,
“kalau saya tidak berdakwah, bagaimana dengan masyarakat disana, siapa yang
mengajarkan mereka selain saya?…da’i tersebut bersikeras untuk tetap kembali
kedaerah pedalaman meski kondisi badan yang belum sehat.
Dengan berat hati pak
Syuhada melepas kepergian da’i itu kembali ke daerah dakwahnya meski
dalam keadaan sakit. Dengan Izin Allah, da’i ini ditakdirkan meninggal dunia
ketika berada ditengah-tengah masyarakat binaannya.
Da’i ini ingin disaksikan
oleh Allah bahwa ia meninggal dijalan-Nya dalam menegakkan kalimatullah. Ia tidak
ingin mati dirumah sakit menunggu kesembuhan yang belum pasti. Ia ingin dicatat
sebagai orang yang mati sebagai syuhada yang menyebarkan dakwah di bumi-Nya.
Da’i bukan hanya berdakwah kepada
masyarakat saja. bisa jadi dalam suatu kondisi seorang da’i juga dituntut mampu
bekerja keras untuk mencari penghidupan tanpa bergantung sama sekali kepada
siapa yang mengutus mereka disana. Hal inilah yang dialami salah seorang da’i
dipedalaman.
Kondisi masyarakat yang miskin pendidikan dan ekonomi, tak
mungkin ia mendapat uluran tangan dari mereka. masyarakat miskin dan da’i pun
miskin. Hingga membuat dirinya tergerak untuk mencari mata pencaharian. Padahal
ia disana baru seminggu dengan melewati beberapa sungai yang dipenuhi buaya dan
menyebrangi lautan.
Tidak
mungkin ia mengundurkan niatnya untuk berdakwah. Dengan perahu mesinnya selain
untuk berdakwah si da’i itu mencari ikan disungai-sungai dan hasilnya dijual
kepasar. Dengan begitu kebutuhan sehari-hari terpenuhi. Keadaan masyarakat yang
serba kurang, menjadikan ia setiap berdakwah mendatangi satu persatu mad’unya.
Sungguh lain dari pada yang lain. biasanya da’i yang hanya menunggu mad’unya,
Ini sebaliknya. Justru da’i sendiri yang mendatangi mereka satu persatu.
Masyarakat yang begitu miskin terkadang malah meminta sembako, seperti beras,
garam, dan bahan lainnya kepada da’i.
biasanya si da’i yang mendapat uluran
tangan dari mereka, tapi justru da’i yang menjadi tempat uluran tangan
mad’unya. Subhanallah.