Iklan

Thursday, 23 February 2017

Hadist Arbain Ke 11 : Meninggalkan yang meragukan



Hadist Arbain ke 11 meninggalkan yang meragukan


Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abu Tholib, cucu Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangan beliau rodhiallohu ‘anhuma, dia berkata: ”Aku telah hafal (sabda) dari Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i. Tirmidzi berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih)

Kedudukan Hadits
Kedudukan hadits ini seperti kedudukan hadits ke enam  Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah). (lihat hadits ke-1)

Tinggalkan Sesuatu Yang Meragukan
Keraguan terhadap suatu perkara terjadi karena adanya faktor ketidak yakinan seseorang terhadap suatu persoalan yang akan dilakukannya apakah perkara tersebut benar atau salah, baik atau buruk, halal atau haram  sehingga membuatnya bingung serta merasa serba salah disisi lain dia ingin melakukannya karena terdorong oleh adanya kenuntungan secara material atau secara moril namun disisi lain ada kekawatiran akan resiko atau akibat yang ditimbulnya.

Sesuatu yang meragukan adalah sesuatu yang membuat tidak tenang dan memunculkan rasa khawatir, jikalau ternyata hal itu tidak boleh dilakukan. Jika kita menghadapi kondisi demikian maka tinggalkanlah yang meragukan tersebut dan lakukan sesuatu yang meyakinkan atau yang membuat tenang. Adalah termasuk perbuatan tercela jika ada keraguan akan tetapi tetap dikerjakan.

Faktor utama dari keraguan adalah karena ketidak tahuan hakikat dari suatu persoalan yang dihadapinya karena itu solusinya adalah dengan bertanya kepada yang mengerti akan persoalan tersebut, namun bila masih belum mendapatkan jawaban yang benar sesuai dengan AlQur’an dan sunah maka jalan terbaik dari masalah ini adalah meninggalkannya.  Karena bila kita tidak meninggalkannya maka akan terombang ambing dalam ketidak pastian yang akan menimbulkan keresahan dalam jiwa.

Perkara yang meragukan adalah merupakan perkara yang Mutasyabihat

Musytabihat
Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi, artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara mutlak, dimana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.

Musytabihat dapat terjadi dalam 2 keadaan sebagai berikut:
1. Ketika para ulama tawakuf tentang hukum suatu masalah.
2. Ketika seseorang yang bukan ulama merasa tidak mengetahui secara jelas tentang hukum suatu masalah.
Dalam kedua keadaan tersebut semestinya seseorang tidak melangkah sehingga perkaranya sudah jelas, baik tatkala ulamanya sudah tidak tawakuf lagi atau sudah menanyakan kepada ahlinya.


Sumber:
Hadist web, www.islamhouse.com
 Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id
Penyusun: Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)


Tuesday, 21 February 2017

Hadits Arbain Ke-10 Makanan Haram Penyebab Do’a tertolak



Hadits Arbain Ke-10 Menjaga Makanan dari yang Haram Penyebab Do’a tertolak

Hadist Arbain ke 10, Menjaga makanan dari yang haram
Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, ia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)

Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan salah satu ashlud din (pokok agama), di mana kebanyakan hukum syariat berporos pada hadits tersebut.

Alloh Itu Thoyyib Tidak Menerima Kecuali Yang Thoyyib
Thoyyib adalah suci, tidak ada kekurangan dan cela. Demikian juga Alloh, Dia itu thoyyib. Dia suci, tidak ada kekurangan dan cela pada diri-Nya. Dia sempurna dalam seluruh sisi.
Alloh tidak menerima sesuatu kecuali yang thoyyib. Thoyyib dalam aqidah, thoyyib dalam perkataan dan thoyyib dalam perbuatan. Tidak menerima artinya tidak ridho, atau tidak memberi pahala. Dan ketidakridhoan Alloh terhadap sebuah amal biasanya melazimkan tidak memberi pahala pada amalan tersebut.

Pengaruh Makanan Yang Thoyyib
Mengonsumsi sesuatu yang thoyyib merupakan karakteristik para rasul dan kaum mukminin. Makanan yang thoyyib sangat berpengaruh terhadap kebagusan ibadah, terkabulnya doa dan diterimanya amal.

Sebab-Sebab Terkabulnya Doa
Dalam haidst tersebut jelas rasul menggambarkan bagaimana seorang musyafir berdo’a “seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.”  Dari hadist ini dapat kita fahami bahwa adab berdo’a yang dapat dikabulkan diantaranya :

1.      Musafir
Yaitu seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh dijalan Allah bukan untuk maksiat yang sangat mengharapkan pertolangan dan kemurahan Allah swt, juga?, tentu saja bila kita merasa hidup didunia ini adalah seperti orang yang sedang melakukan perjalanan menuju akhirat dan hanya mengharap keridhaan Allah swt saja.

2.      Berpenampilan hina.
Berpenampilan hina adalah salah satu tanda seorang hamba miskin dan membutuhkan pertolongan,  ini isyarat saja bukan segi penampilan yang hina tapi lebih utama adalah perasaan yang hina yang miskin yang betul-betul membutuhkan, dengan sifat tawadhu berrendah dihadapan Allah swt, sedangkan penampilan yang disukai Allah adalah yang bersih dan suci serta wangi rafih sebagaimana kita diperintahkan dalam sholat.  

3.      Mengangkat kedua tangan. 
      Mengangkat kedua tangan dalam berdo’a tidak ada larangan walau demikan kebiasaan nabi setiap selesai sholat fardu tidak mengangkat kedua tangannya, tetapi dibanyak hadist yang dinilai dhaif oleh ulama ahli hadist disebutkan bahwa Allah akan merasa malu bila ada orang yang berdo’a dengan mengangkat tangan tidak dikabulkannya sebelum diturunkan tangannya tersebut, Sifat mengangkat tangan dalam doa:
1.      Mengisyaratkan dengan telunjuk, yaitu bagi khatib tatkala berdoa di atas mimbar.
2.      Mengangkat tangan tinggi-tinggi, yaitu ketika doa istisqo’.
 
4.      Mengulang-ulang doa. A
Mengulang-ulang do’a dan yakin akan dikabulkan  merupakan sikap yang sabar dan berbaik sangka karena Allah tidak bosan mendengar permintaan dan rintihan dari hambannya dalam berdo’a kecuali hamabanya tersebut yang bosan meminta padahal setiap do’a mendapat pahala dan do’a yang diulang-ulang hanya akan menambah kebaikan  bagi pelakunya saja. 
  
5.      Menyebut Rububiyah Alloh.
Menyebut atau memanggil nama Allah pada saat berdo’a dengan menggunakan kata Ya Allah,  Ya Rabb,  Ya Rabbi atau ya Rabbanaa,  merupakan  bagian dari etika atau adab dari berdo’a,  yang diajarkan Allah dalam Al-Qur’an atau  Nabi saw dalam Hadist karena itu sebagai penguat dari tujuan kita meminta yaitu kepada Allah swt bukan  kepada yang lain, juga diperkenankan dengan menggunakan nama asmaul husna lainnya seperti Ya Rozak, ya fatah dll.     

6.      Mengonsumsi yang halal.
Apa yang kita makan, minum sebagiannya akan menjadi daging dan darah yang mengalir keseluruh tubuh sedangkan sisanya akan dikeluarkan atau di buang, karenannya wajar bila orang yang mengkonsumsi atau menggunakan barang-yang haram tidak dikabulkan do’anya oleh Allah swt karena Allah maha suci lagi bersih dan hanya akan menerima yang suci atau bersih saja, penting buat kita untuk menjaga kehalalan dari yang kita konsumsi atau kita gunakan agar setiap do’a kita dikabulkan.




Sumber:
Hadist web, www.islamhouse.com
 Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id
Penyusun: Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)

Sunday, 19 February 2017

Hadits Arbain Ke-9 Melaksanakan perintah



Hadits Arbain Ke-9 Melaksanakan perintah sesuai Kemampuan

Hadist Arbain ke 9 Melaksanakan perintah sesuai kemampuan
 Dari Abu Hurairoh ’Abdurrohman bin Shakhr rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda: ” Apa saja yang aku larang bagi kamu hendaklah kamu jauhi, dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu maka lakukanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh).” (HR. Bukhori dan Muslim)

Perintah dan Larangan
Pada dasarnya syariát Islam adalah berupa perintah. Oleh karena itu, larangan yang ada jumlahnya sedikit. Semua yang diperintahkan akan membawa kebaikan bagi pelakunya, meski tidak berniat karena Allah. Dan semua yang dilarang membawa kejelekan bagi pelakunya. Dengan demikian manusia butuh kepada sesuatu yang diperintahkan dan tidak butuh kepada sesuatu yang dilarang.
Perintah dan larangan Allah terbagi dua, yaitu wajib dan sunnah. Jika perintah dan larangan terkait dengan urusan ibadah maka perintah dan larangan tersebut hukumnya wajib, dan jika terkait dengan urusan dunia maka hukumnya sunnah, kecuali ada dalil yang memalingkan dari hukum asalnya.

Melaksanakan perintah terikat dengan kemampuan, karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan larangan jumlahnya sedikit dan tidak dibutuhkan, maka tidak terikat dengan kemampuan. Melaksanakan perintah lebih mulia dibanding meninggalkan larangan, demikian juga meninggalkan perintah lebih hina dibanding menerjang larangan.

Sebab Kehancuran Dan Kebinasaan
Sebab utama kehancuran umat adalah sekedar banyak bertanya dan menentang perintah nabinya. Sikap yang benar adalah bertanya untuk diamalkan dan tunduk pada perintah nabi. Maka orang yang sekedar banyak bertanya, bukti akan kelemahan agamanya dan tidak wara’-nya. Diantara dampak jelek banyak bertanya adalah timbulnya perpecahan.

Macam-macam alasan  orang bertanya :
Tidak semua orang bertanya karena tidak tahu dan ingin tahu yang  sebenarnya dari persoalan yang dihadapinya, sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa orang bertanya diantaranya :

1.      Bertanya untuk menguji,
Orang yang bertanya untuk menguji orang yang ditanya nya apakah mampuh menjawabab pertanyaannya dengan benar atau tidak sebagai mana pemahaman yang ada pada dirinya dalam suatu persoalan tertentu bila yang dimaksud adalah seorang guru yang melakukan evaluasi kepada siswannya tentu bukan karena kesombongan, namun bila sebaliknya seorang siswa atau jama’ah pengajian yang bertanya kepada gurunya untuk menguji gurunya tersebut maka hal ini menunjukan suatu sikap kesombongan yang harus dihindari

2.      Bertanya Karena ingin tahu
Bertanya karena ingin tahu adalah hal yang harus dilakukan oleh setiap orang agar tidak tersesat atau terjerumus kedalam perkara yang membahayakan dan merugikan dirinya, bahkan Allah mengecam orang yang melakukan sesuatu hanya karena ikut-ikutan saja. Qs.Al-Isro (17) : 36
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”

3.      Bertanya karena ingin lebih yakin
Ada juga orang yang sudah mengetahui suatu perkara namun ketika bertemu dengan orang yang dirasa lebih mengetahui dia bertanya karena dia merasa ragu dengan pengetahuannya tersebut, tentu saja sikap semacam ini akan lebih memantapkan langkahnya kedepan dan hal tersebut merupakan sikap yang baik.

4.      Bertanya karena ingin mencarai pembenaran   
Tipe orang ke empat ini adalah orang yang merasa ragu akan kebenaran perbutan atau tindakannya namun karena dorongan hawa nafsunya untuk melakukan perbuatan yang dianggapnya menguntungkan tersebut sangat besar dia berusaha mencari pembenaran dari perbuatannya itu akibatnya bila mendapat jawaban yang bersebrangan dengan kehendak hatinya, dia akan bertanya kepada lain orang yang dapat memuaskan dan mendukung perbuatan salahnya walaupun sebenarnya dalam hati kecilnya dia sendiri menyadari kekeliruannya itu.