Iklan

Thursday, 10 November 2016

Hakikat Niat ikhlas beribadah kepada Allah



Apakah  Hakikat Niat ikhlas beribadah  kepada Allah itu?,  sebelum  kita  membahas Apakah  Hakikat Niat ikhlas beribadah  kepada Allah,   ada   baiknya   kita   fahami  dulu Apakah niat itu? Niat  adalah Sengaja   dengan  kesadaran  sendiri  untuk melakukan atau tidak melakukan suatu pekerjaan tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun , dan niat itu adanya  dalam hati sehingga sifatnya sangat rahasia karena itu yang mengetahui niat seseorang terhadap apa yang dikerjakannya adalah dirinya dan  Allah swt saja. 

Dan hukum niat dalam ibadah adalah wajib sementara melafalkan atau mengucapkan niat untuk memperkuat maksud dalam hatinya adalah mubah saja karena bukan suatu jaminan orang yang mengucapkan ‘saya beribadah karena Allah swt’ itu benar-benar demikian semua kembali kepada apa yang ada didalam hatinya.  

Rasulullah s.a.w. bersabda

وعن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب بن نفيل بن عبد العزى بن رياح بن قرط بن رزاح بن عدى بن لؤى ابن غالب القرشى العدوى‏.‏ رضي الله عنه، قال‏:‏ سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول‏:‏ ‏"‏ إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها، أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه‏"‏
 
artinya  : Dari Amirul mu'minin Abu Hafs iaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : "Hanyasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan hanyasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikahwininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu." (Hr. Bukhari Muslim)
   
Hadis di atas adalah berhubung erat dengan persoalan niat. Rasulullah s.a.w. menyabdakannya itu ialah kerana di antara para sahabat Nabi s.a.w. sewaktu mengikuti untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah, semata-mata sebab terpikat oleh seorang wanita yakni Ummu Qais. Beliau s.a.w. mengetahui maksud orang itu, lalu bersabda sebagaimana di atas.

Oleh kerana orang itu memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan maksud yang terkandung dalam hatinya, meskipun sedemikian itu boleh saja, tetapi sebenarnya tidak patut sekali sebab saat itu sedang dalam suasana yang amat genting dan rumit, maka ditegurlah secara terang-terangan oleh Rasulullah s.a.w.

Bayangkanlah, betapa anehnya orang yang berhijrah dengan tujuan memburu wanita yang ingin dikahwin, sedang sahabat beliau s.a.w. yang lain-lain dengan tujuan menghindarkan diri dari amarah kaum kafir dan musyrik yang masih tetap berkuasa di Makkah, hanya untuk kepentingan penyebaran agama dan keluhuran Kalimatullah.  Bukankah tingkah-laku manusia sedemikian itu tidak patut sama-sekali.

Jadi oleh sebab niatnya sudah keliru, maka pahala hijrahnya pun kosong.  Lain  sekali  dengan  sahabat-sahabat  beliau  s.a.w.  yang dengan  keikhlasan  hati  bersusah  payah  menempuh jarak yang demikian  jauhnya   untuk   menyelamatkan   keyakinan   kalbunya, pahalanya pun besar sekali kerana hijrahnya memang dimaksudkan untuk mengharapkan keredhaan Allah dan RasulNya. 

Sekalipun datangnya Hadis itu mula-mula tertuju pada manusia yang salah niatnya ketika ia mengikuti hijrah, tetapi sifatnya adalah umum. Para imam mujtahidin berpendapat bahwa sesuatu amal itu dapat sah dan diterima serta dapat dianggap sempurna apabila disertai niat. Niat itu ialah sengaja yang disembunyikan dalam hati, ialah seperti ketika mengambil air sembahyang atau wudhu', mandi shalat dan lain-lain sebagainya.

Perlu pula kita maklumi bahawa barangsiapa berniat mengerjakan suatu amalan yang bersangkutan dengan ketaatan kepada Allah ia mendapatkan pahala. Demikian pula jikalau seseorang itu berniat hendak melakukan sesuatu yang baik, tetapi tidak jadi dilakukan, maka dalam hal ini orang itupun tetap juga menerima pahala. Ini berdasarkan Hadis yang berbunyi:"Niat seseorang itu lebih baik daripada amalannya."

Maksudnya: Berniatkan sesuatu yang tidak jadi dilakukan sebab adanya halangan yang tidak dapat dihindarkan itu adalah lebih baik daripada sesuatu kelakuan yang benar-benar dilaksanakan, tetapi tanpa disertai niat apa-apa.  

Diterimannya ibadah seseorang bergantung pada dua hal pokok yaitu niat yang Ikhlas karena mengharap ridho Allah SWT dan benar sesuai dengan apa yang di contohkan nabi Muhammad SAW, bila salah satu dari dua unsur tersebut tidak terpenuhi maka ibadah kita akan tertolak karena itu ikhlas merupakan hal yang sangat penting dan menentukan diterima tidaknya amal ibadah seseorang sebagai mana Allah SWT jelaskan dalam Al-Qur’an suarat Al-Bayinah (98) ayat 5

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.

Ikhlas adalah perkara yang mudah untuk diucapkan dan sulit untuk dilakukan karena merupakan amalan atau perbuatan hati yang tidak dapat diketahui secara kasat mata oleh siapapun kecuali oleh Allah SWT dan orang yang melakukannya yang bersih hatinya karenanya ketika ada orang yang mengagumi suatu perbuatan yang terlihat begitu baik dan mulia karena banyaknya kebaikan yang nampak jelas terlihat dilakukannya, harta yang dihabiskan untuk berbagi, lisan yang tidak berhenti bernasihat dengan kalimat-kalimat yang sangat fasih dan santun, tenaga serta waktu yang dihabiskan untuk menolong sesama namun siapa tahu maksud dan tujuan perbuatan yang ada dalam hati orang yang melakukannya.

Nabi bersabda :

 وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ‏:‏‏"‏ إِنَ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ‏"‏ ‏‏(‏رواه مسلم‏‏‏)‏

  Artinya : Dari Abu Hurairah, iaitu Abdur Rahman bin Shakhr r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: Sesungguhnya Allah Ta'ala itu tidak melihat kepada tubuh-tubuhmu, tidak pula kepada bentuk rupamu, tetapi Dia melihat kepada hati-hatimu dan amal-amal perbuatanmu sekalian. (HR. Muslim)

a. Pengertian Ikhlas

Ikhlas berasal dari kata kholasho yang mengandung arti bersih, murni,lurus, benar atau jujur yaitu suatu perbuatan ibadah yang dilakukan semata-mata untuk mendapatkan pahala dan keridhaan Allah SWT saja dengan tidak  mengharapkan apa-apa dari keduniawian dan tidak dicemari oleh tujuan duniawiyah seperti mengharapkan pujian atau sanjungan dari sesama, ikhlas juga dapat diperumpamakan seperti susu yang putih bersih nan segar yang tidak tercemari oleh kotoran dan darah walaupun berdekatan.

Allah SWT berfirman dalam Qs. An-nahl(16) ayat 66

وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ

Artinya :“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya”.(Qs.An-nahl(16) : 66)

b. Hakikat Ikhlas

Ikhlas pada hakikatnya menyerahkan segala urusannya  kepada Allah SWT mulai dari hal yang terkecil sampai yang terbesar  karena dilandasi suatu keyakinan yang kokoh bahwa Allah tidak mungkin akan menganiaya atau mendzolimi  hamba-hambanya sehingga apapun yang sudah digariskan  dan ditakdirkan Allah terjadi atau menimpah pada dirinya semua itu kebaikan semata buat dirinya, namun karena keterbatasan ilmu dan dorongan nafsu manusiawi yang menutupi hakikat kebaikan tersebutlah yang membuat seseorang kadang merasa tidak ikhlas dengan takdirnya.

Hadist nabi Muhammad SAW

وَعَنْ أَبِي يَحْيَى صُهَيْبِ بْنِ سِنَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ‏:‏ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ ‏"‏عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنٍ إِنَّ أَمْرُهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرُ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنٍ ‏:‏ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ‏"‏ ‏(‏‏‏رواه مسلم‏)‏‏‏‏
Artinya :
Dari Abu Yahya, yaitu Shuhaib bin Sinan r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Amat mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada pada seseorang pun melainkan hanya untuk orang mu'min saja, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran  yakni yang merupakan bencana  ia  bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya." (Riwayat Muslim)

Baca juga :   Ciri- ciri orang yang  Ikhlas
                 
                   Panduan Hidup Ikhlas dari   A – Z

Demikan  Hakikat Niat yang ikhlas dalam Ibadah semoga bermanfaat,
Wawlohu ‘Alam bis showab
Wassalammualaikum  wr wb.