Apakah Hakikat Niat ikhlas beribadah
kepada Allah itu?, sebelum kita membahas Apakah Hakikat Niat ikhlas beribadah
kepada Allah, ada baiknya kita fahami dulu Apakah niat itu? Niat adalah
Sengaja dengan kesadaran
sendiri untuk melakukan atau
tidak melakukan suatu pekerjaan tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun , dan
niat itu adanya dalam hati sehingga
sifatnya sangat rahasia karena itu yang mengetahui niat seseorang terhadap apa
yang dikerjakannya adalah dirinya dan
Allah swt saja.
Dan hukum niat dalam ibadah adalah wajib sementara melafalkan atau
mengucapkan niat untuk memperkuat maksud dalam hatinya adalah mubah saja karena
bukan suatu jaminan orang yang mengucapkan ‘saya beribadah karena Allah swt’
itu benar-benar demikian semua kembali kepada apa yang ada didalam hatinya.
Rasulullah
s.a.w. bersabda
وعن أمير
المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب بن
نفيل بن عبد العزى بن رياح بن قرط بن رزاح بن عدى
بن لؤى ابن غالب القرشى العدوى. رضي الله عنه، قال: سمعت رسول الله صلى
الله عليه وسلم يقول: " إنما
الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته
إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها، أو
امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر
إليه"
artinya : Dari Amirul mu'minin Abu Hafs iaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : "Hanyasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan hanyasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikahwininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu." (Hr. Bukhari Muslim)
Hadis di atas adalah berhubung erat dengan persoalan niat. Rasulullah s.a.w. menyabdakannya itu ialah kerana di antara para sahabat Nabi s.a.w. sewaktu mengikuti untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah, semata-mata sebab terpikat oleh seorang wanita yakni Ummu Qais. Beliau s.a.w. mengetahui maksud orang itu, lalu bersabda sebagaimana di atas.
Oleh kerana orang itu memperlihatkan
sesuatu yang bertentangan dengan maksud yang terkandung dalam hatinya, meskipun
sedemikian itu boleh saja, tetapi sebenarnya tidak patut sekali sebab saat itu
sedang dalam suasana yang amat genting dan rumit, maka ditegurlah secara
terang-terangan oleh Rasulullah s.a.w.
Bayangkanlah, betapa anehnya orang
yang berhijrah dengan tujuan memburu wanita yang ingin dikahwin, sedang sahabat
beliau s.a.w. yang lain-lain dengan tujuan menghindarkan diri dari amarah kaum
kafir dan musyrik yang masih tetap berkuasa di Makkah, hanya untuk kepentingan
penyebaran agama dan keluhuran Kalimatullah.
Bukankah tingkah-laku manusia sedemikian itu tidak patut sama-sekali.
Jadi oleh sebab niatnya sudah
keliru, maka pahala hijrahnya pun kosong. Lain sekali
dengan sahabat-sahabat beliau s.a.w. yang dengan
keikhlasan hati bersusah payah menempuh jarak yang
demikian jauhnya untuk menyelamatkan keyakinan
kalbunya, pahalanya pun besar sekali kerana hijrahnya memang dimaksudkan untuk
mengharapkan keredhaan Allah dan RasulNya.
Sekalipun datangnya Hadis itu
mula-mula tertuju pada manusia yang salah niatnya ketika ia mengikuti hijrah,
tetapi sifatnya adalah umum. Para imam mujtahidin berpendapat bahwa sesuatu
amal itu dapat sah dan diterima serta dapat dianggap sempurna apabila disertai
niat. Niat itu ialah sengaja yang disembunyikan dalam hati, ialah seperti
ketika mengambil air sembahyang atau wudhu', mandi shalat dan lain-lain
sebagainya.
Perlu pula kita maklumi bahawa
barangsiapa berniat mengerjakan suatu amalan yang bersangkutan dengan ketaatan
kepada Allah ia mendapatkan pahala. Demikian pula jikalau seseorang itu berniat
hendak melakukan sesuatu yang baik, tetapi tidak jadi dilakukan, maka dalam hal
ini orang itupun tetap juga menerima pahala. Ini berdasarkan Hadis yang
berbunyi:"Niat seseorang itu lebih baik daripada amalannya."
Maksudnya: Berniatkan sesuatu yang tidak jadi dilakukan sebab adanya halangan
yang tidak dapat dihindarkan itu adalah lebih baik daripada sesuatu kelakuan
yang benar-benar dilaksanakan, tetapi tanpa disertai niat apa-apa.
Diterimannya ibadah seseorang bergantung pada dua hal pokok yaitu niat
yang Ikhlas karena mengharap ridho Allah SWT dan benar sesuai dengan apa yang
di contohkan nabi Muhammad SAW, bila salah satu dari dua unsur tersebut tidak
terpenuhi maka ibadah kita akan tertolak karena itu ikhlas merupakan hal yang
sangat penting dan menentukan diterima tidaknya amal ibadah seseorang sebagai
mana Allah SWT jelaskan dalam Al-Qur’an suarat Al-Bayinah (98) ayat 5
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
Artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus”.
Ikhlas adalah perkara yang mudah untuk diucapkan dan
sulit untuk dilakukan karena merupakan amalan atau perbuatan hati yang tidak
dapat diketahui secara kasat mata oleh siapapun kecuali oleh Allah SWT dan
orang yang melakukannya yang bersih hatinya karenanya ketika ada orang yang
mengagumi suatu perbuatan yang terlihat begitu baik dan mulia karena banyaknya
kebaikan yang nampak jelas terlihat dilakukannya, harta yang dihabiskan untuk
berbagi, lisan yang tidak berhenti bernasihat dengan kalimat-kalimat yang
sangat fasih dan santun, tenaga serta waktu yang dihabiskan untuk menolong
sesama namun siapa tahu maksud dan tujuan perbuatan yang ada dalam hati orang
yang melakukannya.
Nabi bersabda :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:" إِنَ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ ، وَلاَ إِلَى
صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
وَأَعْمَالِكُمْ" (رواه مسلم)
Artinya : Dari Abu Hurairah, iaitu Abdur Rahman bin
Shakhr r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: ‘Sesungguhnya Allah Ta'ala itu tidak melihat
kepada tubuh-tubuhmu, tidak pula kepada bentuk rupamu, tetapi Dia melihat
kepada hati-hatimu dan amal-amal perbuatanmu sekalian.’ (HR. Muslim)
a.
Pengertian Ikhlas
Ikhlas berasal dari kata kholasho yang mengandung arti bersih,
murni,lurus, benar atau jujur yaitu suatu perbuatan ibadah yang dilakukan
semata-mata untuk mendapatkan pahala dan keridhaan Allah SWT saja dengan
tidak mengharapkan apa-apa dari
keduniawian dan tidak dicemari oleh tujuan duniawiyah seperti mengharapkan pujian
atau sanjungan dari sesama, ikhlas juga dapat diperumpamakan seperti susu yang
putih bersih nan segar yang tidak tercemari oleh kotoran dan darah walaupun
berdekatan.
Allah
SWT berfirman dalam Qs. An-nahl(16) ayat 66
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي
بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ
Artinya :“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu
benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa
yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah,
yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya”.(Qs.An-nahl(16) : 66)
b.
Hakikat Ikhlas
Ikhlas pada hakikatnya menyerahkan segala urusannya kepada Allah SWT mulai dari hal yang terkecil
sampai yang terbesar karena dilandasi
suatu keyakinan yang kokoh bahwa Allah tidak mungkin akan menganiaya atau
mendzolimi hamba-hambanya sehingga
apapun yang sudah digariskan dan
ditakdirkan Allah terjadi atau menimpah pada dirinya semua itu kebaikan semata
buat dirinya, namun karena keterbatasan ilmu dan dorongan nafsu manusiawi yang
menutupi hakikat kebaikan tersebutlah yang membuat seseorang kadang merasa
tidak ikhlas dengan takdirnya.
Hadist
nabi Muhammad SAW
وَعَنْ أَبِي يَحْيَى صُهَيْبِ بْنِ سِنَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ "عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنٍ إِنَّ أَمْرُهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرُ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لِأَحَدٍ
إِلَّا لِلْمُؤْمِنٍ : إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً
لَهُ" (رواه مسلم)
Artinya :
Dari Abu Yahya, yaitu
Shuhaib bin Sinan r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Amat
mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu
adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan
ada pada seseorang pun melainkan hanya untuk orang mu'min saja, yaitu apabila
ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan
baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran yakni yang merupakan bencana ia
bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya."
(Riwayat Muslim)
Baca juga : Ciri- ciri orang yang Ikhlas
Demikan Hakikat
Niat yang ikhlas dalam Ibadah semoga bermanfaat,
Wawlohu ‘Alam bis showab
Wassalammualaikum wr wb.